Thursday 8 June 2017

MAKALAH METODE PENELITIAN KUALITATIF ANALISA SEMIOTIKA (C.S PIERCE)

MAKALAH METODE PENELITIAN KUALITATIF
ANALISA SEMIOTIKA
(C.S PIERCE)

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Akhir-akhir ini perkembangan iklan begitu pesat dan marak bermunculan baik itu dalam media cetak, elektronik, media online maupun media luar ruang. Jenis iklan bermacam-macam bisa berupa iklan produk komersial maupun layanan masyarakat. Iklan memiliki pesan komunikasi yang mudah diingat dan dipahami oleh setiap orang yang membaca, melihat, dan mendengarnya. Dengan segala bentuk kreatifitasnya, iklan telah menjadi unsur penting dalam kehidupan sosial. Iklan bukan hanya sebagai alat pemasaran produk, tetapi iklan juga telah menjual nilai-nilai ideal dalam gaya hidup masyarakat.
Dalam proses komunikasi secara primer, lambang atau simbol digunakan sebagai media dalam penyampaian gagasan atau perasaan seseorang kepada orang lain. Lambang di dalam proses komunikasi meliputi bahasa, gestur, isyarat, gambar, warna, dan tanda-tanda lainnya yang dapat menerjemahkan suatu gagasan atau perasaan seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan) secara langsung. Dari berbagai lambang yang dapat digunakan di dalam proses komunikasi, bahasa merupakan media yang paling banyak dipakai karena paling memungkinkan untuk menjelaskan pemikiran seseorang, dan dengan bahasa pula segala kejadian masa lalu, masa kini, maupun ramalan masa depan dapat dijelaskan. Fungsi bahasa yang sedemikian rupa menyebabkan ilmu pengetahuan dapat berkembang dan hanya dengan kemampuan berbahasa, manusia dapat mempelajari ilmu pengetahuan.Kegagalan dalam proses komunikasi banyak disebabkan oleh kesalahan berbahasa atau ketidakmampuan memahami bahasa.
Semiotika merupakan ilmu atau metode ilmiah untuk melakukan analisis terhadap tanda dan segala hal yang berhubungan dengan tanda. Tanda merupakan bagian yang penting dari bahasa, karena bahasa itu sendiri terdiri dari kumpulan lambang-lambang, dimana di dalam lambang-lambang itu terdapat tanda-tanda. Oleh karenanya tentu ada kaitan yang erat antara semiotika dengan proses komunikasi, mengingat semiotika merupakan unsur pembangun bahasa dan bahasa merupakan media dalam proses komunikasi. Pentingnya semiotika dalam komunikasi mendorong para ahli dan ilmuwan semiotik untuk merumuskan berbagai macam teori semiotika. Teori-teori tersebut terus berkembang dan saling melengkapi. Menurut Barthes, bahasa berpengaruh dalam semua aspek kehidupan dan ia boleh ditinjau melalui karya-karya yang terhasil. Karya merupakan cerminan realita sebenarnya yang diungkap dalam bentuk tulisan. Selain Barthes, semiotik merupakan satu bidang yang telah memikat ramai tokoh-tokoh serta ahli falsafah seperti Umberto Eco, Algirdas Julien Greimas, Louis Hjelmslev, Julia Kristeva, Charles Sander Peirce dan Tzvetan Todorov. Tokoh-tokoh tersebut menggunakan pendekatan semiotik untuk mengkaji karya dari berbagai aspek, iaitu daripada aspek perlambangan, imejan, ekspresi hinggalah ke aspek hermeneutik. Dari itu, dapat dilihat bahawa pendekatan semiotik telah mendapat tempat dalam kajian-kajian yang dihasilkan oleh tokoh-tokoh tersebut sehingga kekuatannya terbukti apabila ia dapat digunakan secara meluas di kalangan para pengkaji. Konsep Teori Semieon adalah istilah yang digunakan oleh orang Greek untuk merujuk kepada sains yang mengkaji sistem perlambangan atau sistem tanda dalam kehidupan manusia. Daripada akar kata inilah terbentuknya istilah semiotik, iaitu kajian sastera yang bersifat saintifik yang meneliti sistem perlambangan yang berhubung dengan tanggapan dalam karya. Menurut Mana Sikana (1985: 175), pendekatan semiotik melihat karya sastera sebagai satu sistem yang mempunyai hubungan dengan teknik dan mekanisme penciptaan sesebuah karya Ia juga memberi tumpuan kepada penelitian dari sudut ekspresi dan komunikasi.
Untuk mengkaji tanda dan makna pada kemasan Indomie goreng cabe ijo, model semiotika Charles Sanders Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda ( sign, object, interpretant )
B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang di maksud metodologi semiotika dan semiotika model Pierce?
2.      Bagaimana menerapkan metodologi semiotika model Pierce untuk menganalisa suatu kasus?

C.    Tujuan

1.      Mengetahui metodologi semiotika model Pierce
2.      Memberikan gambaran atas contoh masalah yang di pilih dengan di analisa menggunakan metodologi semiotika model Pierce.

D.    Manfaat

1.      Manfaat akademis dari makalah ini adalah sebagai dapat menjadi salah satu sumber pengetahuan tentang metodologi semiotika model Pierce.
2.      Manfaat praktis dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana tanda digunakan untuk mengkonstruksi sebuah iklan.
3.      Manfaat sosial dari makalah ini adalah untuk memberikan gambaran dan pengetahuan kepada khalayak atas penggunaan tanda dan makna tanda dalam iklan.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Definisi Semiotika
Semiotika adalah Suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. [1]Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity)memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan. Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi,tetapi juga mengkonstitusi system terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179;Kurniawan.2001:53). Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna (meaning) ialah hubungan Antara suatu objek atau idea dan suatu tanda (Littlejohn, 1996:64) konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang amat luas berurusan dengan Simbol, Bahasa, wacana dan bentuk-bentuk nonverbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan maknanya dan bagaimana tanda disusun. Secara umum, studi tentang tanda merujuk kepada semiotika.
Dengan tanda-tanda, kita mencoba keteraturan ditengah-tengah dunia yang centang perenang ini, setidaknya agar kita sedikit punya pegangan.” Apa yang dikerjakan oleh semiotika adalah mengajarkan kita bagaimana menguraikan aturan-aturan tersebut dan ‘membawanya pada sebuah kesadaran’,” ujar Pines (dalam Berger,2000a:14)
Secara terminologis, semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi tanda (van Zoest, 1993:1). Semiotik  merupakan ilmu yang mempelajari sederetan luas obyek - obyek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.[2] Tanda pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain.
Ahli sastra Teew (1984:6)[3]Mendefinisikan semiotik adalah tanda sebagai tindak komunikasi dan kemudian disempurnakannya menjadi model sastra yang mempertanggungjawabkan semua faktor dan aspek hakiki untuk pemahaman gejala susastra sebagai alat komunikasi yang khas di dalam masyarakat mana pun. Semiotik merupakan cabang ilmu yang relatif masih baru. Penggunaan tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya dipelajari secara lebih sistematis pada abad kedua puluh.
Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (sign), berfungsinya tanda dan produksi makna tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif. Ia mampu menggantikan suatu yang lain yang dapat dipikirkan atau dibayangkan. Cabang ilmu ini semua berkembang dalam bidang bahasa kemudian berkembang pula dalam bidang seni rupa dan desain komunikasi visual.Semiotik sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai system hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan “tanda”, dengan demikian semiotik mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda.[4]
2.2  Macam-macam Semiotika
Sekurang-kurangnya terdapat Sembilan macam semiotik yang kita kenal sekarang, yaitu (Pateda, 2001:29) :
1.         Semiotik analitik, yaitu semiotik yang menganalisis sistem tanda.
2.         Semiotik deskriptif, yaitu semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang.
3.         Semiotik faunal / zoosemiotik, yaitu semiotik yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan.
4.         Semiotik kultural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu.
5.         Semiotik naratif, yaitu semiotik yang menelaah sistem tanda narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore).
6.         Semiotik natural, yaitu semiotik yan khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam.
7.         Semiotik normatif, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh tanda yang dibuat manusia yang berwujud norma-norma, misalnya rambu-rambu lalu lintas.
8.         Semiotik sosial, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik berwujud kata ataupun kalimat.
9.         Semiotik struktural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.
Pada dasarnya, semiosis (proses interpretasi) dapat dipandang sebagai suatu proses tanda yang dapat diperikan dalam istilah semiotika sebagai hubungan antara lima istilah: S (s, i, e, , r, c). S adalah untuk semiotic relation (hubungan semiotik); s untuk sign (tanda); i untuk interpreter (penafsir); e untuk effect atau pengaruh (misalnya, suatu disposisi dalam i akan bereaksi dengan cara tertentu terhadap r pada kondisi-kondisi tertentu e karena s); r untuk reference (rujukan); dan c untuk contexs (konteks) atau conditions (kondisi) [5]
2.3  Semiotika Charles Sanders Peirce
Menurut Pierce salah satu bentuk adalah kata, Sedangkan objekadalah tanda yang ada dalam benak seseorang, maka munculah maknatentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. (Sobur, 2002:115)”.Pierce juga mengatakan bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh dari kepertamaan, objeknya adalah kedua, dan penafsiran unsur pengantara adalah contoh dari ketigaan. konteks pembentukan tanda juga membangkitkan semiotika yang tidak terbatas, selama satu penafsiran (gagasan) yang membaca tanda sebagai tanda bagi lain (yaitu dari suatu makna dan penanda) bisa ditangkap oleh penafsiran lainnya.
Penafsiran ini adalah unsur yang harus ada untuk mengaitkan tanda dengan objeknya (induksi, deduksi, penangkap) membentuk tiga jenis penafsiran yang penting. Agar bisa ada sebagai suatu tanda, makna tersebut harus ditafriskan yang dikupas teori segitiga makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi. Hubungan segitiga makna Pierce lazimnya ditampilkan seperti gambar berikut :
Segitiga Semiotik C.S. PEIRCE
SIGN



INTERPRETANT                                                                       OBJECT
Sumber : (Sumbo Tinarbuko, 2008, dalam buku semiotikakomunikasi visual)
Menurut Peircetanda ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu.tanda akan selalu mengacu kepada suatu yang lain, oleh Pierce disebut objek. Mengacu berarti mewakili atau menggantikan, tanda baru dapat berfungsi bila diinterpretasikan dalam benak penerima tanda melaui interpretant. Jadi interpretant ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda, artinya tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda bila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi berkat ground yaitu pengetahuan tentang system tanda dalam suatu masyarakat. Hubungan ketiga unsur yang dikemukan oleh Pierce terkenal dengan nama segitiga semiotik
Bagi Charles Sander Pierce (Pateda, 2001:44 dalam Sobur, 2003:41), tanda ”is something which stand to somebody for something insome resfect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda biasberfungsi , oleh Pierce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau represntamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretant. Atas dasar hubungan ini, Pierce mengadakanklasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan ligisign. Berdasarkan Objeknya, Pierce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol). Dan Berdasarkan Interpretantnya dibagi atas rheme, dicent sign atau decisign dan argument
2.3.1Qualisigns, Sinsigns, dan Legisigns
Untuk mempelajari lebih jauh lagi mengenai sign atau tanda, dapat dilihat pada ground-nya. ”Ground adalah latar belakang tanda. Ground ini dapat berupa bahasa atau konteks sosial” (Ratmanto, dalam Mediator:
Jurnal komunikasi, Vol. 5 No.1, 2004:32). Dalam kaitannya tanda dengan ground-nya, Pierce membaginya menjadi tiga yaitu:
1.      Qualisigns
Tanda-tanda yang merupakan tanda-tanda berdasarkan sifat. Contoh, sifat merah merah mungkin dijadikan suatu tanda. Merah merupakan suatu qualisigns karena merupakan tanda pada bidang yang mungkin. Agarbenar-benar menjadi tanda, qualisigns harus memperoleh bentuk, karena suatu qualisigns dalam bentuknya yang murni tidak pernah ada. Merah akan benar-benar menjadi tanda kalau ia dikaitkan dengan sosialisme, atau mawar, bahaya atau larangan. Misalkan bendera merah, mawar merah, dan lain-lain.
2.      Sinsigns
Tanda yang merupakan tanda atas dasar tampilan dalam kenyataan. Semua pernyataan individual yang tidak dilembagakan dapat merupakan sinsigns. Misal jerit kesakitan, heran atau ketawa riang. Kita dapat mengenal orang dan cara jalan, ketawanya, nada suara yang semuanya itu merupakan sinsigns.
3.      Legisigns
Tanda-tanda yang merupakan tanda atas dasar suatu aturan yang berlaku umum atau konvensi. Tanda-tanda lalu-lintas merupakan legisigns. Hal itu juga dapat dikatakan dari gerakan isyarat tradisional, seperti mengangguk yang berarti ”ya”, mengerutkan alis, cara berjabatan tangan. Semua tanda bahasa merupakan legisigns karena bahasa merupakan kode yang aturannya disepakati bersama (Ratmanto, dalam Mediator: Jurnal komunikasi, Vol. 5 No.1, 2004:32).


2.3.2.  Ikon, Indeks, dan Simbol
Kaitan tanda juga dapat dilihat berdasarkan denotatum-nya. Menurut Peirce, denotatum dapat pula disebut objek.”Denotatum tidak selalu harus konkret, dapat juga sesuatu yang abstrak. Denotatum dapat berupa sesuatu yang ada, pernah ada, atau mungkin ada” (Ratmanto, dalam Mediator: Jurnal komunikasi, Vol. 5 No.1, 2004:32). Peirce membedakan tiga macam tanda menurut sifat hubungantanda dengan denotatum-nya, yaitu:
1.      Ikon
Tanda yang ada sedemikian rupa sebagai kemungkinan, tanpa tergantung pada adanya sebuah denotatum, tetapi dapat dikaitkan dengannya atas dasar suatu persamaan yang secara potensial dimilikinya. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa ikon adalah tanda yang keberadaanya tidak bergantung kepada denotatum-nya. Definisi ini mengimplikasikan bahwa segala sesuatu merupakan ikon, karena semua yang ada dalam kenyataan dapat dikaitkan dengan sesuatu yang lain. Foto, patung-patung naturalis, yang mirip seperti aslinya dapat disebut sebagai contoh ikon.
2.      Indeks
Sebuah tanda yang dalam hal corak tandanya tergantung dari adanya sebuah denotatum. Dalam hal ini hubungan antara tanda dan denotatum-nya adalah bersebelahan. Secara sederhana, dapat disimpulkan bahwa indeks adalah tanda yang keberadaannya bergantung pada denotatum-nya. Kita dapat mengatakan bahwa tidak akan ada asap kalau tidak ada api. Asap dapat dianggap sebagai tanda api sehingga dalam kaitannya dengan api, asap ini dapat merupakan indeks. Segala sesuatu yang memusatkan perhatiannya pada sesuatu dapat merupakan indeks, berupa jari yang diacungkan, penunjuk arah angin, dan lain-lain.
3.      Simbol
Tanda yang hubungan antara tanda dan denotatum-nya ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku secara umum. Secara umum, yang dimaksud dengan simbol adalah bahasa (Ratmanto, dalam Mediator: Jurnal komunikasi, Vol. 5 No.1, 2004:32-33).

2.3.3        Rheme, Dicisign, dan Argument
Selain kaitan tanda dengan ground dan denotatum-nya, tanda juga dapat dilihat pada interpretan-nya. Peirce menyebutkan bahwa:
”Hal ini sangat bersifat subjektif karena hal ini berkaitan erat dengan pengalaman individu. Pengalaman objektif individu dengan realitas di sekitarnya sangat bermacam-macam. Hal ini menyebabkan pengalaman individu pun berbeda-beda, yang pada gilirannya nanti akan menyebabkan pengalaman subjektif individu pun berbeda” (Ratmanto, dalam Mediator: Jurnal komunikasi, Vol. 5 No.1, 2004:33).
Terdapat tiga hal, menurut Peirce, dalam kaitan tanda dengan interpretan-nya:
1.      Rheme
      Tanda merupakan rheme bila dapat diinterpretasikan sebagai representasi dari kemungkinan denotatum. Misal, orang yang matanya merah dapat saja menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau menderita penyakit mata, atau mata dimasuki insekta, atau baru bangun atau ingin tidur.
2.      Dicisign (atau dicent sign)
Tanda merupakan dicisign bila ia menawarkan kepada interpretan-nya suatu hubungan yang benar. Artinya, ada kebenaran antara tanda yang ditunjuk dengan kenyataan yang dirujuk oleh tanda itu, terlepas dari cara eksistensinya.
3.      Argument
Bila hubungan interpretatif tanda itu tidak dianggap sebagai bagian dan suatu kelas. Contohnya adalah silogisme tradisional. Silogisme tradisional selalu terdiri dari tiga proposisi yang secara bersama-sama membentuk suatu argumen; setiap rangkaian kalimat dalam kumpulan proposisi ini merupakan argumen dengan tidak melihat panjang pendeknya kalimat-kalimat tersebut (Ratmanto, dalam Mediator: Jurnal komunikasi, Vol. 5 No.1, 2004:33).
Tanda dalam pandangan Peirce merupakan sesuatu yang hidup dan dihidupi (cultivated). Yang mana ia hadir dalam proses interpretasi (semiosis) yang mengalir. Proses semiosis dapat dilihat dalam kombinasi tanda yang dibagi Peirce menjadi:
1.         Menunjukan ke sesuatu yang lain, keberadaan dari kemungkinan yang potensial. Contoh: asap di udara.
2.         Actually atau Secondness (ke-dua-an) ditujuknya sebagai pengertian. Seperti konfirmasi dengan kenyataan yang keras, benturan pada dunia luar, apa yang terjadi. Secondness merupakan sensasi dari fakta langsung yang muncul atau sensasi seketika. Contoh: asap di udara terjadi karena api.
3.         Regulation atau Thirdness (ke-tiga-an) ditunjuknya sebagai aturan, hukum, kebiasaan, unsur umun dalam pengalaman kita. Thirdness merupakan keberadaan pada apa yang terjadi ketika second berhubungan dengan first. Jadi keberadaan pada apa yang berlaku umum. Contoh asap dan api dapat mengingatkan seseorang pada kebakaran rumah.
4.         Potentially atau Firstness (kepertamaan) ditunjuknya sebagai pengertian sifat, watak, kemungkinan, semacam esensi. Firstness merupakan keberadaan seperti apa adanya tanpamembutuhkan data-data yang mendukung baik dari buku-buku, majalah, internet, dan lainnya, yang berkaitan dengan judul yang penulis paparkan
3.1 ANALISIS SEMIOTIKA DALAM IKLAN
Iklan sebagai salah satu media marketing public relations yang kini banyak diminati. Kelebihan memasarkan product melalui iklan di televisi adalah mampu menjaring dan mengantarkan informasi kepada seluruh lapisan masyarakat yang menyaksikan. Selain itu, iklan dianggap cukup efektif karena memiliki unsur visual dan audio visual. Istilah advertising itu sendiri datang dari kata kerja bahasa latin “advertere” yang berarti ‘mengarahkan perhatian seseorang ke ‘ (Danesi, 2010: 222). Hal ini menyatakan suatu bentuk pengumuman atau representasi yang dimaksudkan untuk mempromosikan penjualan tertentu. “Iklan perlu dibedakan dengan bentuk representasi dan kegiatan lainnya yang diarahkan untuk emmbujuk, dan mempengaruhi pendapat, sikap, dan perilaku orang-orang seperti propaganda, publisitas, dan hubungan masyarakat” (Danesi, 2010: 223).
Iklan terbagi menjadi dua kategori utama, yaitu iklan konsumen dan iklan perdagangan. Iklan pada dasarnya mengikuti bagaimana tujuan-tujuan promosi dan pemasaran yang telah dibuat.  “Pada dasarnya tanda dalam iklan terdiri dari tanda-tanda verbal dan non verbal. Tanda verbal mencakup bahasa yang kita kenal sedangkan tanda-tanda non verbal adalah bentuk dan warna yang disajikan dalam iklan” (Wibowo, 2011:129) .
Suharko mengatakan “iklan berusaha merepresentasikan kenyataan yang hidup dalam masyarakat melalui simbol tertentu, sehingga mampu menimbulkan impresi dalam benak konsumen bahwa citra produk yang ditampilkan adalah juga bagian dari kesadaran budayanya” (Wibowo, 2011:128).

3.2 Analisis Charles Sanders Peirce






BAB III
PENUTUP

 KESIMPULAN
Secara garis besar, penelitian ini bertujuan untuk menganalisa unsur semiotika dan mendeskripsikan makna dari tanda-tanda yang terdapat di dalam iklan Indomie versi “Mie goreng rasa cabe ijo”. Tanda-tanda tersebut dianalisa dan dimaknai menggunakan metode semiotika Charles Sanders Pierce, dan berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan dalam pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan penelitian sebagai berikut:
·         Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan penelitian sebagai berikut: Produk  Indomie Goreng Cabe Ijo merupakan inovasi baru dari produk mie instan yang sebelumnya pernah ada, sehingga ada ketertarikan tersendiri baik dari segi tampilan warnanya sensasi ijo,  rasanya  yang  brilian  dan  khas  yaitu  rasa  cabe  ijo,  dari  segi  merek  yang terkenal  yaitu  Indomie yang nyatanya sudah lebih dari 40 tahun berada di Indonesia, artinya Indomie sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam masyarakat dan serta  harganya  yang  terjangkau  dan  ekonomis.  Sehingga menimbulkan rasa  penasaran  untuk  mencoba  dan  menstimulasi  orang  yang menonton iklan melalui media tersebut.







DAFTAR PUSTAKA

Sobur, Alex 2013.Semiotika Komunikasi. Bandung  : Remaja Rosdakarya
Sobur, Alex. 2006. Analisis Teks Media : Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung : Remaja Rosdakarya
Aart, Van Zoest. 1993. Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa yang kita Lakukan Dengannya Jakarta: Yayasan Sumber Agung
Teew, A. 1984. Khasanah Sastra Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka



[1] Drs. Alex sobur, M,si , Semiotika Komunikasi (Bandung : PT Remaja Rosdakarya , 2013), h.15.
[2]Van Zoest, Aart, Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa yang kita Lakukan Dengannya (Jakarta: Yayasan Sumber Agung, 1993)
[3]Teew, A., Khasanah Sastra Indonesia (Ja-karta: Balai Pustaka, 1984)
[4] Drs. Alex sobur, M,si , Analisis Teks Media(Bandung : PT Remaja Rosdakarya , 2006), h.87.

[5] Drs. Alex sobur, M,si , Analisis Teks Media(Bandung : PT Remaja Rosdakarya , 2006),h. 100-101

No comments:

Post a Comment