sumber gambar : google images |
Pendahuluan
Melakukan penelitian ilmu-ilmu sosial dengan metode
kualitatif merupakan pengalaman yang unik dan menarik.Unik karena peneliti
harus terjun langsung ke masyarakat yang ditelitinya dan menarik karena harus berinteraksi
secara langsung dengan masyarakat dengan segala suka dukanya. Ada beberapa
istilah yang digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu penelitian atau
inkuiri naturalistik atau alamiah, etnografi, interaksionis simbolik,
perspektif kedalam, etnometodologi, the Chicago School, fenomenologis, studi
kasus, interpretatif, ekologis dan deskriptif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang
riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Proses dan
makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif.
Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan
fakta di lapangan.Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan
gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil
penelitian.
Peneliti dalam penelitian kualitatif mencoba
mengerti makna suatu kejadian atas peristiwa dengan mencoba berinteraksi dengan
orang-orang dalam situasi atau fenomena tersebut. [1]Peserta
diminta untuk menjawab pertanyaan umum, dan interviewer atau moderator group
periset menjelajah dengan tanggapan mereka untuk mengidentifikasi dan
menentukan persepsi, pendapat dan perasaan tentang gagasan atau topik yang
dibahas dan untuk menentukan derajat kesepakatan yang ada dalam grup.Kualitas
hasil temuan dari penelitian kualitatif secara langsung tergantung pada
kemampuan, pengalaman dan kepekaan dari interviewer atau moderator group.
Hakikat penelitian kualitatif adalah mengamati orang
dalam lingkungan hidupnya berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa
dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya, mendekati atau berinteraksi
dengan orang-orang yang berhubungan dengan focus penelitian dengan tujuan
mencoba memahami, menggali pandangan dan pengalaman mereka untuk mendapatkan
informasi atau data yang diperlukan.
Dalam penelitian kualitatif, terdapat beberapa
metode yang digunakan untuk menganalisis suatu masalah, salah satunya adalah
metode Fenomenologi. Berikut ini adalah beberapa definisi dari metode
Fnomenologi menurut para ahli:
·
Teori Fenomenologi
menurut Edmund Husserl
Fenomenologi seperti yang kita pelajari kini
sebenarnya merupakan pengembangan visi Edmund Husserl ketika meluncurkan buku Logical Investigations (1901).Itupun tanpa
mengabaikan para pemrakarsa intensionalitas (kesadaran selalu disengaja atau
diarahkan).Dalam buku inilah Husserl merumuskan fenomenologi klasik yang pada
waktu itu dianggap sebagai psikologi deskriptif (kadang disebut sebagai fenomenologi
realis).[2]
Dalam
fenomena klasik, Husserl mencantumkan limaterm
utama dari visinya, yaitu:
1. Intentionality,
yakni bahwa apa yang disebut sebagai “kesadaran” selalu merentang antara sebuah
subjek terhadap objek sehingga setiap kesadaran selalu merujuk pada intense
tertentu.
2. Intuition,
menjelaskan bahwa objek yang disengaja itu secara langsung hadir dalam atau
dengan permainan subjek berdasarkan intensionalitas tertentu.
3. Evidance,
yaitu bahwa presentasi dari objek yang dituju itu telah tampil sehingga
diterima, dimengerti, disadari, sebagai kebenaran; objek itu telah menjadi
nyata.
4. Noesis&Noema, dua konsep kenamaan dari Husserl,
dimana noesis merupakan tindakan
seseorang ketika dia memberikan rasa atau karakter tertentu. Sedangkan noema
bersifat noematic.
5. Empathy&Intersubjectivity,empathy merujuk pada
hal memasuki diri orang lain lalu mengalamu sesuatu, dan Intersubjectivity artinya terlibat dengan orang lain.
6. Lifeworld,
menerangkan tentang “dunia” yang didiami orang lain sama seperti yang kita
diami.
Fenomenologi menurut Husserl berdasarkan pada premis
bahwa realitas dunia yang terdiri dari atas benda-benda atau peristiwa merupaka
fenomena yang dapat dirasakan atau dipahami melalui dan dalam kesadaran
manusia.Artinya, fenomenologi merupakan studi tentang bagaimana kita memahami
pengalaman orang lain, dan mempelajari struktur pengalaman yang sadar dari
orang lain, baik individu maupun kelompok masyarakat.Pengalaman tersebut
bersumber dari titik pandang subjektif atau pengalaman orang pertama yang mengalami
pengalaman secara intensionalitas.Dengan fenomenologi, kita dapat mengarahkan analisis
kita pada kondisi yang memungkinkan intensionalitas, kondisi yang melibatkan
keterampilan dan kebiasaan motorik hingga ke praktik-praktik kehidupan manusia
berdasarkan latar belakang sosial sampai kepada penggunaan bahasa sekalipun
(Moran, 2000).
Oleh karena itu, meurut Husserl, fenomenologi
membimbing kita agar dapat memberikan dan memahami makna terhadap pengalaman
orang lain yang bersifat intersubjektivitas. Dalam bahasa Van Manen (1990),
dari fenomenologi pula kita dapat menggambarkan bagaimana seseorang
berorientasi kepada pengalaman hidup, dan selalu mempertanyakan cara bagaimana
dia mengalami dunia, memuaskan rasa ingin tahu dia tentang dunia dimana kita
semua hidup sebagai manusia.
Salah satu prinsip dasar lainnya yang terkait dengan
fenomenologi menyebutkan bahwa hanya sebuah analisis kegiatan dan susunan
kesadaran yang bisa memberikan pengertian tentang fenomena yang kita alami
karena kesadaran diri mewakili mereka.Husserl menekankan aspek kesengajaan dari
kesadaran; kesadaran diarahkan terhadap objek-objek; kesadaran yang bermuatan
aksi-aksi yang disengaja dan objek-objek yang diinginkan.Landasan Husserl
adalah kesadaran dan objek yang dimaksudkannya; kesadaran tidak terpisah dengan
dunia, tetapi bergabung melalui niatan.
Fenomenologi
tersusun dari beberapa asumsi, yaitu:
1. Fenomenologi menampilkan pengalaman
manusia yang bersifat inheren dan subjektif
2. Fenomenologi menjelaskan pengalaman
subjektif sebagai esensi dari struktur pengalaman manusia
3. Fenomenologi membuat kita dapat
mengakses struktur pengalaman dengan mendiskripsikan pengalaman tersebut[3]
Fokus fenomenologi terletak pada bagaimana kita
memberikan makna terhadap pengalaman, Fenomenologi sebagai metodologi penelitian, yang terdiri dari fenomenologi deskriptif & fenomenologi interpretif.Metodologi
yang mendasari fenomenologi mencakup empat tahap:
1.
Bracketing, proses
mengidentifikasi dengan menunda setiap keyakinan dan opini yang sudah terbentuk
sebelumnya tentang fenomena yang sedang diteliti.
2.
Intuition, terjadi ketika
seorang peneliti tetap terbuka untuk mengkaitkan makna-makna fenomena tertentu
dengan orang-orang yang telah mengalaminya. Intuisi mengharuskan peneliti
menjadi seseorang yang benar-benar tenggelam dalam fenomena tersebut.
3.
Analysing, melibatkan proses
seperti coding (terbuka, axial, dan
selektif), kategorisasi sehingga membuat sebuah pengalaman mempunyai makna yang
penting. Setiap peneliti diharapkan mengalami kehidupan dengan data yang akan
dideskripsikan demi memperkaya esensi pengalaman tertentu yang bermunculan.
4.
Describing, menggambarkan.
Peneliti mulai memahami dan dapat mendefinisikan fenomena menjadi “fenomenon”
(fenomena yang menjadi).
Fenomenologi mendeskripsikan, “how one orients to lived experience” atau peneliti fenomenologi
selalu mengajukan “question the way we
experience the world, to want to know the world in which we lives as human
beings”.
Fenomenologi
Transendental menurut
Husserl, suatu pendekatan filsafat yang mengambil pengalaman intuitif fenomena
(apa yang terpresentasi kepada kita sebagai bentuk refleksi fenomenologis)
dijadikan sebagai titik awal dan sekaligus dari sana pula kita mengekstrak
esensi pengalaman orang lain, mendapatkan makna pengalaman sesungguhnya.
Fenomenologi menolak pandangan dunia
ilmiah atau sistem metafisika yang menggabungkan ilmu-ilmu di atas bidang
karena ilmu-ilmu tersebut merupakan gambaran dasar.
·
Teori Fenomenologi
menurut Alfred Schutz
Schutz tampaknya tidak begitu
saja menerima konsep yang ditawarkan Husserl.Schutz lalu mengubah proyek
filosofis Husserl menuju cara-cara anggota umum masyarakat mencermati kehidupan
sehari-hari mereka dengan pemahaman etnometodologis. Schutz menegaskan
ilmu-ilmu sosial mestinya lebih memusatkan perhatiannya pada cara-cara dunia
kehidupan, yaitu dunia yang diterima apa adanya oleh setiap individu, dialami
oleh para anggotanya. [4]
Pendekatan Alfred Schutz berbeda dengan pendekatan
Husserl, bahwa pendekatan fenomenologi Schutz terhadap realitas sosial dapat
dicirikan pada imanen dan duniawi.Schutz tidak terlalu membahas tentang
mengungkap karakter tertentu dari suatu gejala melainkan sebagai konsep sejarah
sosial dalam arus kehidupan sosial yang sadar dan riil, juga memahami dunia
sosial sebagai realitas yang diinterpretasikan secara menyeluruh.Fenomenologi
Schutz memandang dunia kehidupan sehari-hari ialah realitas fundamental dan
terpenting manusia yang dikonstruksikan sebagai intersubjektivitas.Intersubjektivitas
adalah ketentuan dunia nyata dan tidak memerlukan eksplikasi fundamental.Bahwa
kita menanggapi interaksi sosial dan hidup dalam dunia nyata yang sudah
terbentuk sebagai komunitas.
Menurut Schutz,
pengamat ilmiah berurusan dengan cara memaknai dan menjadikan dunia sosial
bermakna. Fokus kajiannya dicurahkan pada cara anggota-anggota dunia sosial
memahami dan menindaklanjuti objek pengalaman mereka seolah-olah objek
pengalaman tersebut merupakan benda-benda yang berdiri sendiri dan terlepas
dari diri mereka. Inilah titik tolak radikal dari asumsi-asumsi yang mendasari
sikap alami oleh Schutz, dan merupakan sikap yang menganggap dunia pada
prinsipnya berada di luar sana. Benar-benar terpisah dari aksi persepsi atau
interpretasi.
Schutz merupakan orang
pertama yang menerapkan fenomenologi dalam penelitian ilmu sosial.Schutz
melihat secara jelas implikasi sosiologisnya didalam analisis ilmu pengetahuan,
berbagai gagasan dan kesadaran.Schutz tidak hanya menjelaskan dunia sosial
semata, melainkan menjelaskan berbagai hal mendasar dari konsep ilmu
pengetahuan serta berbagai model teoritis dari realitas yang ada.
Dalam pandangan Schutz memang ada berbagai ragam
realitas termasuk di dalamnya dunia mimpi dan ketidakwarasan.Tetapi realitas
yang tertinggi itu adalah dunia keseharian yang memiliki sifat intersubyektif
yang disebutnya sebagai the life world.
Menurut Schutz ada enam karakteristik yang sangat mendasar dari the life world ini, yaitu:
1.
Wide-awakeness, ada unsur dari
kesadaran yang berarti sadar sepenuhnya
2.
Reality,
orang yakin akan eksistensi dunia
3.
Dalam
dunia keseharian orang-orang berinteraksi
4.
Pengelaman
dari seseorang merupakan totalitas dari pengalaman dia sendiri
5.
Dunia
intersubyektif dicirikan terjadinya komunikasi dan tindakan sosial
6.
Adanya
perspektif waktu dalam masyarakat.
·
Teori Fenomenologi
menurut Peter L. Berger
Fenomenologi menurut Peter L. Berger adalah semua
yang kita tahu dan ada, hanyalah sebatas konstruksi sosial, konstruksi sosial
atas kenyataan.Sosiologi Fenomenologis adalah jenis sosiologi yang berasal dari
filsafat fenomenologis.Tujuan utama sosiologi jenis ini adalah untuk analisis
dan penjelasan mengenai kehidupan sehari-hari dan kondisi kesadaran yang
diasosiasikan dengannya.Studi ini dilakukan dengan mengabaikan
penilaian-penilaian tentang struktur sosial, yaitu dengan tidak membuat
asumsi-asumsi tentang eksistensi atau kekuatan sebab-akibat dari struktur
sosial.[5]
Para ahli fenomenologi berargumen
bahwa meskipun orang secara umum tidak pernah mengapresiasi kehidupan
sehari-hari, analisis fenomenologis harus menunjukkan bagaimana semua itu
terjadi.Sosiologi Fenomenologis adalah bagian dari gerakan mengkritisi
metode-metode positivis dalam sosiologi.
Menurut Peter L. Berger cara
kerja Fenomenologi memaknai sebuah objek yang berupa ide, nilai, budaya dan
norma yang dilihat sebagai pusat organisasi yang mensosialisasikan maknanya
pada masing-masing anggotanya. Cara kerjanya dibagi atas 3 bagian, yaitu:
1.
Eksternalisasi, yaitu individu mempengaruhi masyarakat
karena ia bagian dari masyarakat itu sendiri
2.
Objektifitas, yaitu proses dimana orang-orang dapat
menangkap dan memahami realitas, individu memaknakan kembali nilai dalam
kelompoknya
3.
Internalisasi, yaitu masyarakat mempengaruhi individu di
dalamnya. Peresapan kembali realitas tersebut oleh manusia dan
mentransformasikannya sekali lagi dari struktur dunia objektif ke dalam
struktur-struktur kesadaran
subjektif
Fase eksternalisasi dan objektivasi
merupakan pembentukan masyarakat yang disebut sebagaisosialisasiprimer, yaitu
saat dimana seseorang berusaha mendapatkan dan membangun tempatnya dalam
masyarakat.
A.
Media Massa dan
Konstruksi Realitas
Teori
konstruksi sosial ini, seperti telah disinggung, diterapkan oleh Peter L.
Berger dan Thomas Luckmann dalam sosiologi pengetahuan. Suatu masyarakat
terjadi dan terbentuk pada berbagai tingkat (Kleden,2004). Di tingkat pertama, pembentukan masyarakat
terjadi melalui tiga proses, yakni Eksternalisasi, Objektivasi, dan
Internalisasi.
Pola peliputan
insvestigatif (investigative reporting) yang disusun oleh seorang mahasiswa
jurnalistik untuk membongkar sebuah kasus, misalnya, adalah eksternalisasi
idenya tentang tahap-tahap pelaporan atau peliputan berita yang harus dilakukan
tim jurnalis. Kalau kemudian tahap-tahap liputan itu sudah menjadi berita di
media massa, yang terjadi adalah objektivikasi. Sebuah ide menjadi objektif
dalam sebuah benda, lembaga, atau tingkah laku yang menjadi pengejawantahannya.
Jika kemudian mahasiswa jurnalistik masih melihat pola peliputan investigatsi
yang sama masih diterapkan untuk menyelidiki, terjadilah internalisasi.
Dalam
studinya, Bungin, antara lain memaparkan :
Ketika
Berger dan Luckmann menjelaskan mengenai konstruksi sosial maka konstruksi
sosial yang dimaksud adalah sebuah proses eksternalisasi, objektivasi, dan
internalisasi yang terjadi antara indvidu di dalam masyarakat. Ketiga proses di
atas terjadi secara simultan mebentuk dialektika, serta menghasilkan realitas
sosial berupa pengetahuan umum, konsep, kesadaran umum, dan wacana public.
Dalam pandangan Berger dan Luckmann, konstruksi sosial itu dibangun oleh
individu dan masyarakat secara dialektika.Konstruksi sosial itu ialah realitas
sosial yang berupa realitas objektif, subjektif, maupun simbolis.Sedangkan
materi realitas sosial itu adalah konsep-konsep kesadaran umum, dan wacana
public.(Bungin, 2008-212).[6]
Bungin
(2008:212) menyampaikan Tiga Koreksi :
·
Pertama
Subjek
konstruksi tidak selamanya terjadi langsung di antara individu atau antara
individu dengan masyarakat dan Negara, tetapi subjek konstruksi juga bisa
berasal dari media, walaupun gagasan-gagasan konstruksi tetap ada pada individu
pengendali media. Dalam medium iklan televise, subjek individu yaitu copywriter dan visualize atau bahkan
kapitalis (pemilik iklan), tidak memiliki kekuatan konstruksi apa-apa di mata
individu pemirsa, kecuali karena gagasan-gagasan mereka telah disiarkan melalui
media televise. Jadi menurut Bungin, konstruksi iklan atas realitas sosial itu
terjadi karena iklan televise adalah bagian dari media televise dan menjadi
salah satu sumber otoritas televisi. Menurut Bungin, konsep konstruksi sosial
yang dimaksud Berger dan Luckmann jika diterapkan melalui media televisi,
kekuatan konstruksi sosial akan berlipat
ganda dan mempermudah kepentingan-kepentingan tertentu untuk menggunakannya
sebagai alat hegemoni.
·
Kedua
Objek yang
dibangun konstruksi sosial Berger dan Luckmann adalah pengetahuan tentang
realitas sosial berupa wacana public, kesadaran umum, dan konsep-konsep yang
objektif, subjektif maupun simbolis. Di dalam studi ini, realitas sosial yang
dibangun oleh konstruksi iklan televisi, menurut Bungin adalah realitas yang
bersifat maya, hanya ada di dalam media karena itu bersifat subjektif dan
simbolis.
·
Ketiga
Menurut pandangan
Bungin, gagasan konstruksi solsial Berger dan Luckmann dapat didekonstruksi
oleh individu sebagai bagian proses dialektika antara pemikiran konstruksi sosial
itu sendiri yang akhirnya akan membentuk keputusan-keputusan perilaku konsumen
sehingga meski proses dekonstruksi itu sebenarnya berada di luar konsep
konstruksi iklan, tetapi konstruksi iklan diperlukan untuk memperkuat
konstruksi sosial itu sendiri.
Mengutip
teori Berger dan Luckmann, Hamad (2004: 12) memaparkan bahwa dalam proses
konstruksi realitas, bahasa merupakan unsure utama. “Bahasa merupakan
instrument pokok untuk menceritakan realitas,” kata Hamad. Dengan kata lain
bahasa ialah alat konseptualisasi dan
alat narasi. Jika dicermati secara
teliti, seluruh isi media, entah media cetak, elektronik, dan internet,
menggunakan bahasa verbal maupun non verbal.[7]
Demikianlah
dalam paradigma komunikasi, baik studi Bungin dan Hamad, keduanya seolah
memperkuat paradigm konstruktivisme di mana realitas sosial dilihat sebagai
hasil konstruksi sosial sehingga kebenaran suatu realitas sosial bersifat
relative.Dalam penjelasan ontologism, realitas sosial yang dikonstruksi itu
berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial,
sedangkan dalam konteks epistemology, pemahaman tentang suatu realitas
merupakan produk interkasi antara peneliti dengan objek yang diteliti.Dalam
konteks aksiologi, peneliti sebagai passionate
participation, fasilitator yang menjembatani keragaman subjektivitas pelaku
sosial, dan tujuan penelitian adalah rekonstruksi realitas sosial secara
dialektis antara peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti.
B. Realitas
Sosial Sebagai Pengetahuan Sosiologi
Teori
konstruksi sosial Berger dan Luckmann sangat dipengaruhi oleh Alfred Schitz.
Mereka merupakan tokoh penting yang menjadikan fenomenologi sebagai pendekatan
yang mudah digunakan dalam sosiologi melalui kar-karya mereka, The Social Construction of Reality danPhenomenology
and Sociology (1978). Berger dan Luckmann berusaha menjembatani perbedaan
sekularisasi.Mereka melakukan intepretasi kehidupan religius masyarakat modern.
Beberapa
tulisan Berger dan Luckmann menekankan sentralitas pengalaman manusia dalam
(hal ini oleh beberapa pengamat mempengaruhi teori Jurgen Habermas mengenai
tindakan komunikatif).Berger dan Luckmann mengembangkan tesis yang
menghubungkan antara modernitas/sekulerisasi dan kehidupan agama.Mereka
berpendapat bahwa agama mengalami deinstituisionalisasi dan kehilangan fungsi
monopolisasi kehidupan sosial sebagai akibat meningkatnya defernsiasi di
masyarakat.
“Baru
di era ini sifat dasar hidup bermasyarakat yang dialetik dirumuskan dan makin
disadari,” begitu kata Berger dan Luckmann.Misalnya dikatakan, “justru corak masyarakat yang serba dua ini
yang disebut sebagai kenyataan objektif dan makna subjektif, menjadikan
masyarakat suatu realitas yang sui generis yaitu bercorak sendiri atau khusus”
(Berger and Luckmann, 1966:18).Menurut
mereka, masyarakat mesti dilihat baik sebagai realitas objektif maupun sebagai
realitas subjektif (1966:29). “Kita mengerti masyarakat sebagai proses dialetik
yang berjalan terus menerus yang terdiri atas tiga saat, yaitu Eksternalisasi,
Objektivasi, dan Internalisasi … Individu tidak lahir sebagai anggota
masyarakat, namun ia mempunyai suatu predisposisi terhadap sosialitas dan ia
menjadi anggota masyarakat” (Berger dan Luckmann , 1966:129; Berger, 1967).
Sesuatu
yang menjadi persoalan sekarang adalah mampukah sosiologi menyatupadukan segi
sosial dan segi individual dari realitas sosial ?
Kata
Veeger (1993:15) “Hanya dalam terang filsafat, sosiologi akan diselamatkan
terhadap bahaya-bahaya legalisme, kemunafikan, dan penglarutan kepribadian di
satu pihak, serta suatu otonomi individu di lain pihak. Filsafat sosial akan
bertitiktolak dari manusia yang dwitunggal. Individu dan masyarakat adalah
satu.”
C. Relasi
antara Individu dan Struktur Sosial: Sebuah Perdebatan Penting
Bagaimana
kita memandang realitas sosial sebagai sebuah pengetahuan sosiologis ?
Tampaknya pemikiran Peter Berger dan Thomas Luckmann, melalui karya monumental
mereka The Social Constructions of
Reality (1966), merintis jalan bagi pemahaman yang lebih dalam tentang
tindakan mengetahui (knowing) sebagai fenomena yang dikonstruksi dan
didistribusikan secara sosial. Manusia yang bekerja sama sesungguhnya
mengembangkan dan berbagi ilmu pengetahuan sebagai upaya dan hasil kolektif,
tanpa memperdulikan pandangan tentang produksi ilmu pengetahuan sebagai
komoditas yang sangat kecil nilainya.
Dalam
pandangan Berger, sosiolog ialah seseorang yang tertarik oleh manusia serta
kelakuannya.Ia menyadari betul bahwa gejala lahiriah tidak sama dengan
penampakan mereka. Berger mengatakan “Things
are not what they seem”. Jika kita melihat gedung-gedung flat di kota-kota
besar dari luar, semua akan tampak sama, tetapi di belakang jendela tidak ada
dua orang yang sama. Setiap orang menghidupi
kisah hidupnya sendiri.
Oleh karena itu,
agaknya cukup beralasan ketika Berger mengatakan bahwa dalam mencari definisi
realitas sosial sangat sulit untuk merevisi atau memperbaiki definisi Max
Weber, Yakni bahwa situasi sosial adalah situasi di mana orang mengarahkan
perilaku mereka yang satu kepada yang lain. Lapisan makna, pengharapan, serta
perilaku atau perbuatan yang dihasilkanoleh orientasi timbal-balik ini
merupakan bahan untuk analisis seosiologis (Berger, 1963:27). Dengan demikian,
sama seperti Max Weber. Berger pun hendak bertolak dari kesadaran manusia.
·
Teori Fenomenologi
menurut Ellys Lestari Pambayun
Pengertian Fenomena
dalam studi fenomenologi adalah pengalaman/peristiwa yang masuk kedalam
kesadaran subjek.Fenomenologi memiliki peran dan posisi dalam kontek,
diantaranya sebagai sebuah studi filsafat, sebagai sikap hidup dan sebagai
sebuah metode penelitian.
Secara harafiah,
fenomenologi adalah suatu studi yang mempelajari fenomena seperti penampakan, segala hal yang muncul
dalam pengalaman kita. Namun focus perhatian fenomenologi lebih luas dari hanya
fenomena, yakni pengalaman sadar dari sudut pandang orang pertama (yang
mengalaminya secara langsung).[8]
Menurut
Ritzer,2008:219
Fenomenologi
“mengungkapkan suatu fenomena yang
tersembunyi agar menjadi fakta yang tampak dan mendalami fenomena yang
tampak dengan mengungkapkan fakta yang tersembunyi.
Metode Fenomenologi
a. Di
mulai dari sebuah kesadaran intersubjektif
Intersubjektif adalah
pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain.
Fenomenologi mencoba mencari pemahaman
bagaimana manusia mengkonstruksi makna dan konsep-konsep penting, dalam
kerangka intersubjektivitas.
Dalam fenomenologi,
setiap individu secara sadar mengalami
sesuatu yang ada. Sesuatu yang ada ada kemudian menjadi pengalaman yang bermakna
dalam kehidupan sosialnya.
b. Logos
Fenomenologi
Memfokuskan diri untuk
mengetahui dua aspek penting yang biasa disebut “Logos”nya fenomenologi.Yakni
“intentionalit” dan bracketing”.Pertama intentionality adalah maksud memahami
sesuatu, dimana setiap pengalaman individu memiliki sisi objektif dan
subjektif, untuk memahami sesuatu, maka kedua sisi ini harus dikemukakan.
Kedua bracketing atau
disebut reduksi phenomenology, dimana seorang “pengamat” berupaya menyisihkan
semua asumsi umum yang dibuat mengenai
susatu fenomena, dimana seorang pengamat
berusaha menyisihkan dirinya dari prasangka,teori,filsafat,agama bahkan common
sense sehingga dirinya mampu menerima gejala yang dihadapi (Cresswell, 1998:55).
c. Tradisi
Fenomenologi pada Ilmu Komunikasi
Tradisi Fenomenologis
ini memiliki tiga kajian pemikiran:
1.
Fenomenologi
klasik
Edmund
Husserl seorang pendiri fenomenologi
moder sering dihubungkan dengan penomenologi klasik. Baginya kebenaran dapat
diyakinkan melalui pengalaman langsung dengan catatan kita harus disiplin dalam
mengalami segala sesuatu.Kita harus menyingkirkan kategori-kategori pemikiran
dan kebiasaan kebiasaan dan melihat segala sesuatuagar dapat mengalami sesuatu
dengan sebenar-benarnya.
2.
Fenomenologi
Persepsi
Bertentangan
dengan Husserl, dimana menganut bahwa pengalaman itu subjektif bukan objektif
dan percaya bahwa subjektivitas merupakan bentuk penting sebuah pengetahuan.
Menurut
Ponty, manusia merupakan sosok gabungan antara fisik dan mental yang
menciptakan makna di dunia.
Dalam ilmu komunikasi, Stanley Deetz menyimpilkan
tiga prinsip dasar fenomenolofi. Pertama, pengetahuan ditemukan secara langsung
dalam pengalaman sadar – kita akan mengetahui dunia ketika kita berhubungan
dengannya.
Kedua, Makna benda terdiri atas kekuatan benda dalam kehidupan seseorang
.
3.
Fenomenologi
Hermeneutik
Merupakan
cabang ketiga dari tradisi fenomenologi, lebih mirip denga yang kedua hanya
saja tradisinya lebih luas dalam bentuk penerapan yang lebih lengkap pada
komunikasi.Ada beberapa cabang hermeneutika, yaitu penafsiran injil
(penjelasan), penafsiran naskah sastra (filologi), dan penafisran tindakan
manusia (hermeneutika social). Hermeneutika naskah untuk memahami naskah-naskah
injil dan sastra, merupakan tradisi yang paling diasosiasikan dengan Frederick
Schleiermacher sedangkan hermeneutic social merupakan tradisi hermeneutika sebagai
sebuah alat bantu untuk menafsirkan tindakan. Ini dapat diasumsiskan sebagai
hermeneutic kultural.Fenomenologi social fenomenologi social memiliki satu
kajian fenomenologi yang memfokuskan diri pada suatu bentuk relasi sebagai
individu di dalam lingkungan sosialnya.
4.
Fenomenologi
Tradisi atau Metode Penelitian
Alasuutari
(1995:35) Fenomenologi adalah untuk melihat bagaiman cara individu dalam
menginterprestasikan dunianya dan berusaha membuatnya untuk masuk akal.
Tujuan
Penelitian fenomenologi seeecara rinci dapat dijelaskan yaitu:
1.
TD.
Wilson dari Sheffield University London, menggunakan pendekatan Schutz,
Menyatakan tujuan penelitian fenomenologi adalah kajian tentang bagaimana
denomena pengalaman manusia yang disadari
dalam tindakan kognitif dan pemahaman, juga bagaimana mereka dinilai
atau diapresiasi secara estesis. Fenomenologi berusaha memahami bagaimana cara
orang-orang mengkonstruksi makna dan suatu konsep kunci yang merupakan
intersubjektivitas.
2.
Penelitian
fenomenologi ditujukan untuk mengetahui bagaimana peneliti menginterprestasikan
tindakan sosialnya dan orang lain sebagai sesuatu yang bermakna (dimaknai) dan
untuk merekonstruksi kembali turunan
makna (makna yang digunakan saat berikutnya) dari tindakan yang bermakna
tersebut pada komunikasi intersubjektif
individu dalam duania kehidupan sosil mereka. (Sudarmanti,2005).[9]
3.
Untuk
menjelaskan fenomena perilaku manusia yang dialami dalam kesadaran, dalam
kognitif, dan dalam tindakan-tindakan perseptual. Fenomenolog mencari pemahaman
seseorang dalam membangun makna dan konsep kunci secara intersubektif
(Kuswarno,2011).
Tahapan fenomenologi sebagai
metode penelitian
Fokus
Penelitian Fenomenologi
·
Textural
description : apa yang dialami subjek penelitian tentang sebuah fenomena
·
Structural
description : apa yang dialami subjek
penelitian tentang sebuah fenomena
·
Structural
description : bagaimana subjek mengalami dan memaknai pengalamannya.
Teknik Pengumpulan Data
Fenomenologi
·
Teknik
“utama” pengumpulan data : wawancara mendalam dengan subjekpenelitian
·
Kelengkapan
data dapat diperdalam dengan : observasi partisipan,penelusuran dokumen, dan
lain-lain
Tahap- Tahap Penelitian
Fenomenologi
·
Pra-penelitian
·
Menetapkan
subjek penelitian dan fenomena yang akan diteliti
·
Menyusun
pertanyaan penelitian pokok penelitian
Proses penelitian Fenomenologi
·
Melakukan
wawancara mendalam dengan subjek penelitian dan merekamnya
Proses Penelitian Fenomenologi
·
Mentranskripsikan
rekaman hasil wawancara kedalam tulisan
·
Bracketing
(epoche): membaca seluruh data (deskripsi) tanpa prakonsepsi
·
Tahap
Horizonalization : menginventarisasi pernyataan-pernyataan penting yang relavan
dengan topic
·
Tahap
Cluster of Meaning: Rincian pernyataan penting itu diformulasikan dalam makna,
dan dikelompokkan ke dalam tema-tema tertentu (Textural Description, Structural
description) (Habiansyah,2010)
Permasalahan
Perkembangan
media sosial kini semakin pesat dan dapat dengan mudah diakses oleh seluruh
kalangan masyarakat, terutama anak muda yang selalu ingin mengetahui
perkembangan zaman.Youtuber pun semakin banyak bermunculan menghiasi dunia
maya. Mereka berlomba-lomba untuk dapat mengumpulkan sebanyak-banyaknya viewersdan subcribers. Tak hayal hal tersebut menjadikan banyak youtuber yang
membuat sensasi demi hal tersebut.
Selebgram
dan vlogger yang sedang populer, Awkarin sejak beberapa bulan terakhir menjadi
pembicaraan hebat di media sosial. Perempuan bernama asli Karlina Novilda
mendadak tenar sejak vlog yang diunggahnya menanyangkan gaya hidup dia bersama
teman-temannya dan kisah cintanya yang kontroversial.Tapi lain dari biasanya,
kali ini Awkarin mengungah video tentang dia yang berduet bermain musik bersama
rapper Samuel Alexander atau yang akrab disapa Young Lex dengan tajuk “BAD”.
Video klip
Awkarin dan Young Lex dapat disaksikan di akun resmi Young Lex di laman
Youtube.Video yang diunggah sejak 18 September itu sudah disaksikan tujuh ratus
ribu orang lebih hingga Selasa 20 September 2016.Namun menariknya, bukan berapa
banyak orang yang telah menyaksiksan video Awkarin feat.Young Lex tetapi
banyaknya respons negatif masyarakat terhadap video itu di Youtube dibanding
jumlah mereka yang menyukainya.
Lagu
Awkarin feat.Young Lex memang berisi sindiran kepada anak-anak remaja yang
terjerumus dalam pergaulan buruk tetapi lirik dan video yang tampilkan dianggap
memberi contoh yang kurang baik.Banyak orang yang kemudian memberi respons
beragam pada sisi tersbut dan merasa kecewa dengan kolaborasi yang dilakukan
Young Lex.
Untuk 'melawan' kritikan-kritikan pedas haters yang
menusuk, Awkarin pun langsung muncul dengan sebuah karya lagu bertajuk Bad, di
mana dirinya berkolaborasi dengan rapper Young Lex. Dalam video
Bad sendiri tak kalah viral dan lagi-lagi dihujat, lantaran lirik
lagunya.Tak betah dengan hujan kritik yang mendatangi, mereka berdua pun
membuat sebuah video 'klarifikasi'.
"Di video itu (bad) 10% kritik pedas tapi
bagus, 10% orang kasih saran, dan gue sangat menerima saran, tapi 80% dari
komen itu bener-bener menghina. Kalian bilang kita merusak moral bangsa.Di lagu
itu kita ngaku salah, kita jujur.Lucunya, ketika orang jujur, kalian malah
ngatain." ujar Lex dengan nada berapi-api.
Seperti diketahui, salah satu alasan orang-orang
membenci Awkarin adalah karena kehidupan glamornya di usia yang masih sangat
muda. Terlebih lagi, Ia juga sering mengucapkan kata-kata umpatan kasar di
video-video postingannya. Untuk itu, Awkarin pun meminta maaf.
"Jujur, gue juga ngaku dan nganggep semua
perbuatan Karin di video sebelumnya, Vlog atau Snapchat itu nggak bener.Ngomong
kasar itu sangat salah. Menurut lo salah nggak?" tanya Young pada Awkarin.
"Salah. Dan kemarin waktu aku bikin video confession dan kayak vlog-vlog
segala macem itu kayak aku nggak berniat bakal se-booming ini gitu loh. Dan
untuk itu aku minta maaf sama kalian semua yang kena dampak buruknya, kayak
anak di bawah umur yang nonton. Sebenernya banyak yang lebih parah dibandingkan
aku, cuma mungkin karena aku yang lagi ke-expose banget, jadi kayak aku
yang salah banget gitu," jawab Karin.
Dalam salah satu liriknya, Lex dan Karin mengatakan
bahwabicara kasar itu tidak masalah asal masih dalam batas wajar. Karena banyak
orang yang mempertanyakan 'batas wajar' tersebut, Lex dan karin pun menjelaskan
bagaimana maksud sebenarnya. "Yes, kita memang ngomong kotor, tapi batas
wajar yang kita maksud adalah gini, kita tidak mau merugikan orang lain, kita
tidak menjahati orang lain. Di video itu kita sama sekali tidak ngomongin orang
lain, kita cuma curhat," pungkas Lex.
Dari penjelasan tersebut diatas, terdapat tujuan
dari penelitian menggunakan metode fenomenologi. Tujuan dari penelitian ini
adalah:
1.
Mengetahui
makna dan respon dari Youtubers Indonesia terhadap video klip “BAD” yang
dipopulerkan oleh Karin Novilda dan YoungLex.
2.
Mengetahui
apakah videoklip tersebut dapat mempengaruhi kehidupan penontonnya atau anak
muda yang melihat video tersebut.
Hasil Penelitian dan
Pembahasan Masalah
Dalam
penelitian dengan menggunakan studi fenomenologi, tanggapan para youtuber
(pengguna akun Youtube) di Indonesia dalam memaknai atau menilai video klip
berjudul BAD dapat dilihat melalui tanggapan di kolom komentar dalam youtube
dan melalui wawancara kepada usia 15 – 30 tahun.
Dari
pengumpulan data di lapangan, pemaknaan informan youtuber dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
(1)
Youtubers
berusia 15 – 20 tahun sebagian besar memaknai video tersebut sebagai video yang
sama sekali tidak baik karena lagu itu menonjolkan bahwa mereka adalah remaja
yang tidak bisa diatur dan sangat bangga menyebut dirinya bukan anak yang baik.
Namun ada juga sebagian yang berpendapat bahwa Karin dan Younglex adalah remaja
yang patut dicontoh karena memiliki gaya keren dan mereka bisa berkarya dengan
membuat lagu yang enak didengar.
(2)
Youtubers
berusia 20 – 25 tahun menganggap video BAD tersebut memang sangat tidak pantas
untuk dilihat oleh anak dibawah umur, dan tidak pantas juga untuk dinyanyikan
oleh Karin dan Younglex yang masih belia. Namun di usia 20 sampai 25 ini
sebagian besar lebih mengabaikan videoklip tersebut dan mereka memaklumi bahwa
anak seumuran Younglex dan Karin memang sedang mencari jati diri, apalagi
dengan genre hip-hop yang memang karakternya mengarah ke lirik yang tidak
terlalu formal dan karena mereka masih muda jadi mereka bebas berkarya.
(3)
Youtubers
berusia 25 – 30 tahun menilai videoklip ini sebagai video yang sangat buruk
yang pernah terjadi di Indonesia, sebagian besar mengatakan bahwa video ini
merusak moral bangsa khususnya anak muda, dan sangat tidak pantas untuk tetap
dipertahankan videonya di Youtube.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat dijelaskan
bahwa Youtubers Indonesia dalam memaknaisecara aktif terhadap berbagai realitas
yang bersifat obyektif dan subyektif dalam videoklip BAD yang pada dasanya
hampir semua tidak menyukai video tersebut namun ada pula yang menyukainya,
serta cara pandang untuk menilai suka atau tidaknya video tersebut berbeda-beda
.
Namun pada dasarnya tindakan komunikatif sifatnya
sukarela, yaitu memandang komunikatorsebagai makhluk pembuat pilihan.Ini tidak
berarti bahwa orang memiliki pilihan bebas.Lingkungan sosial memang membatasi
apa yang dapat dan sudah dilakukan, tapi dalam kebanyakan situasi, ada elemen
pilihan tertentu. Sedangkan pengetahuan adalah sebuah produk sosial, pengetahuan
bukanlah sesuatu yang ditemukan secara obyektif, tetapi diturunkan dari interaksi
di dalam kelompok-kelompok sosial.Bahasa kemudian membentuk realita dan pengertian
menentukan apa yang kita ketahui.
Hal ini sesuai dengan teori fenomenologi menurut
Husserl berdasarkan pada premis bahwa realitas dunia yang terdiri dari atas
benda-benda atau peristiwa merupakan fenomena yang dapat dirasakan atau
dipahami melalui dan dalam kesadaran manusia.Artinya, fenomenologi merupakan
studi tentang bagaimana kita memahami pengalaman orang lain, dan mempelajari
struktur pengalaman yang sadar dari orang lain, baik individu maupun kelompok
masyarakat.Pengalaman tersebut bersumber dari titik pandang subjektif atau
pengalaman orang pertama yang mengalami pengalaman secara
intensionalitas.Dengan fenomenologi, kita dapat mengarahkan analisis kita pada
kondisi yang memungkinkan intensionalitas, kondisi yang melibatkan keterampilan
dan kebiasaan motorik hingga ke praktik-praktik kehidupan manusia berdasarkan
latar belakang sosial sampai kepada penggunaan bahasa sekalipun.
DAFTAR PUSTAKA
Sobur,
Alex, (2013) Filsafat Komunikasi; Tradisi
dan Metode Fenomenologi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Pambayun,
Ellys Lestari, (2013) One Stop
Qualitative Research Methodology In Communication;
Konsep,
Panduan, dan Aplikasi,
Jakarta: Penerbit Lentera Ilmu Cendekia.
M.
A, Afrizal, (2014) Metode Penelitian
Kualitatif, Jakarta: Rajawali Pers.
Noor, Juliansyah,
(2011) Metodologi Penelitian: Skripsi,
Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah, Jakarta: Penerbit Prenadamedia Group.
[1] M. A. Afrizal, Metode
Penelitian Kualitatif , Rajawali Pers, Jakarta, 2014
[2]Alex Sobur, Filsafat
Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm. iv
[3] Ibid. hlm. vi
[4] Ibid. hlm. 38
[5] Ibid. hlm. 45
[6]Ellys Lestari Pambayun, One
Stop Qualitative Research Methodolgy In Communication; Konsep, Panduan, dan
Aplikasi, Jakarta, 2013, hlm 95
[7] Ibid. hlm 98
[8] Ibid. hlm. 103
[9] Ibid. hlm 154
ReplyDeleteAwalnya aku hanya mencoba main togel akibat adanya hutang yang sangat banyak dan akhirnya aku buka internet mencari aki yang bisa membantu orang akhirnya di situ lah ak bisa meliat nmor nya AKI NAWE terus aku berpikir aku harus hubungi AKI NAWE meskipun itu dilarang agama ,apa boleh buat nasip sudah jadi bubur,dan akhirnya aku menemukan seorang aki.ternyata alhamdulillah AKI NAWE bisa membantu saya juga dan aku dapat mengubah hidup yang jauh lebih baik berkat bantuan AKI NAWE dgn waktu yang singkat aku sudah membuktikan namanya keajaiban satu hari bisa merubah hidup ,kita yang penting kita tdk boleh putus hasa dan harus berusaha insya allah kita pasti meliat hasil nya sendiri. siapa tau anda berminat silakan hubungi AKI NAWE Di Nmr 085--->"218--->"379--->''259'