Thursday 8 June 2017

Metodologi Penelitian Kualitatif : ANALISIS WACANA KRITIS NORMAN FAIRCLOUGH

ANALISIS WACANA KRITIS NORMAN FAIRCLOUGH
Metodologi Penelitian Kualitatif


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.         Latar Belakang

Analisis Wacana dalam studi linguistik merupakan reaksi dari bentuk linguistik formal (yang lebih memperhatikan pada unit kata, frase, atau kalimat semata tanpa melihat keterkaitan di antara unsur tersebut). Analisis wacana adalah kebalikan dari linguistik formal, karena memusatkan perhatian pada level di atas kalimat, seperti hubungan gramatikal yang terbentuk pada level yang lebih besar dari kalimat. 
Wacana adalah proses pengembangan komunikasi yang menggunakan simbol-simbol dan peristiwa-peristiwa di dalam sistem kemasyarakatan yang luas. Melalui pendekatan wacana pesan-pesan komunikasi, seperti kata-kata, tulisan, gambar-gambar, dan lain-lain, ditentukan oleh orang-orang yang menggunakannya, misalnya konteks peristiwa yang berkenaan dengannya, situasi masyarakat luas yang melatar belakangi keberadaannya, dan lain-lain. Kesemuanya itu dapat berupa nilai-nilai, ideologi, emosi, dan kepentingan-kepentingan. Jadi, analisis wacana yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah sebagai upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari subjek (penulis) yang mengemukakan suatu pernyataan. Pengungkapan dilakukan dengan menempatkan diri pada posisi sang penulis yang mengikuti struktur makna dari sang penulis sehingga bentuk distribusi dan produksi ideologi yang disamarkan dalam wacana dapat diketahui. Jadi, wacana dapat dilihat dari bentuk hubungan kekuasaan terutama dalam pembentukan subjek dan berbagai tindakan representasi.
Analisis wacana dalam lapangan psikologi sosial diartikan sebagai pembicaraan. Wacana yang dimaksud di sini agak mirip dengan struktur dan bentuk wawancara dan praktik dari pemakainya. Sementara dalam lapangan politik, analisis wacana adalah praktik pemakaian bahasa, terutama politik bahasa. Karena bahasa adalah aspek sentral dari penggambaran suatu subyek, dan lewat bahasa ideologi terserap di dalamnya, maka aspek inilah yang dipelajari dalam analisis wacana. 
Bahasa merupakan media bagi manusia dalam berkomunikasi. Melalui bahasa, manusia dapat mengungkapkan ide, pikiran, dan perasaannya. Namun demikian, saat ini definisi bahasa telah berkembang sesuai fungsinya bukan hanya se­bagai alat berkomunikasi. Saat ini, bahasa telah menjadi media perantara dalam pelaksanaan kuasa melalui ideologi. Bahkan bahasa juga menyumbang proses domi­nasi ter­hadap orang lain oleh pihak lain.
Fairclough berpendapat bahwa analisis wacana kritis adalah bagaimana bahasa menyebabkan kelompok sosial yang ada bertarung dan mengajukan ideologinya masing-masing. Analisis Wacana melihat pemakaian bahasa tutur dan tulisan sebagai praktik sosial. Praktik sosial dalam analisis wacana dipandang menyebabkan hubungan yang saling berkaitan antara peristiwa yang bersifat melepaskan diri dari dari sebuah realitas, dan struktur sosial.
Berdasarkan uraian di atas, penyusun bermaksud untuk memaparkan tentang  analisis wacana kritis model Norman Fairclough.

1.2.         Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini adalah:
1)                  Apa pengertian Wacana ?
2)                  Apa pengertian Analisis Wacana Kritis secara Umum ?
3)         Bagaimana analisis wacana kritis (AWK) model Norman Fairclough?
4)         Apa Dimensi-dimensi analisis wacana kritis (AWK) model Norman Fairclough?
5)         Bagaimana Karakteristik analisis wacana kritis ?

1.3.         Tujuan

Adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini antara lain:
1)         Untuk memaparkan pengertian Analisis wacana kritis.
2)         Untuk menjelaskan analisis wacana kritis model Norman Fairclough.
3)         Untuk menjelaskan dimensi-dimensi analisis wacana.
4)         Untuk memaparkan karakteristik analisis wacana kritis.
5)         Untuk memaparkan penerapan analisis wacana kritis model Norman Fairclough.

1.4.         Manfaat

                        Manfaat yang diharapkan dalam penyusunan makalah ini adalah makalah dapat menambah wawasan sekaligus referensi bagi mahasiswa dalam mempelajari wacana, khususnya mengenai analisis wacana model Norman Fairclough.







BAB II

PEMBAHASAN

2.1.         Pengertian Wacana

Analisis wacana muncul sebagai suatu reaksi terhadap linguistik murni yang tidak bisa mengungkap hakikat bahasa secara sempurna. Analisa wacana mengkaji bahasa secara terpadu, dalam arti tidak terpisah-pisah seperti dalam linguistik.Analisa wacana adalah suatu disiplin ilmu yang berusaha mengkaji penggunaan bahasa yang nyata dalam komunikasi.[1]
Dalam pengertian yang sederhana, wacana berarti cara objek atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan pemahaman tertentu yang tersebar luas. Wacana selalu mengandaikan pembicara atau penulis, apa yang dibicarakan, dan pendengar atau pembaca.
Pengertian wacana dapat dibatasi dari dua sudut yang berlainan, pertama dari sudut bentuk atau bahasa, dan kedua dari sudut tujuan umum sebuah karangan yang utuh atau sebagai bentuk sebuah komposisi.[2]
Istilah wacana dipakai oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, politik, komunikasi, sastra, dan sebagainya. Dalam pembelanjaran, wacana merupakan disiplin ilmu baru. Pemunculannya sekitar tahun 70-an. Wacana mempelajari bahasa dalam pemakaiannya. Arti dari bahasa itu sendiri adalah bahasa merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia sehingga dalam kenyataannya bahasa menjadi aspek penting dalam melakukan sosialisasi atau berinteraksi sosial.
Jadi dapat disimpulkan oleh syamsuddin dalam Yoce bahwa pembahasan wacana adalah pembahasan bahasa dan tuturan yang harus dalam satu rangkaian kesatuan situasi atau dengan kata lain, makna suatu bahasa berada dalam rangkaian konteks dan situasi. Pemakaian istilah wacana itu banyak dipakai dalam displin ilmu lain. [3]

2.2.         Pengertian Analisis Wacana Kritis

Analisis Wacana Kritis adalah sebuah upaya atau proses (penguraian) untuk memberi penjelasan dari sebuah teks (Realitas Sosial) yang mau atau sedang dikaji oleh seseorang atau kelompok dominan yang kecenderungannya mempunyai tujuan tertentu untuk memperoleh apa yang diinginkan. Artinya dalam sebuah konteks harus disadari akan adanya kepentingan. Oleh karena itu, analisis yang terbentuknya nantinya disadari telah dipengaruhi oleh si penulis dari berbagai faktor. Selain itu harus disadari pula bahwa di balik wacana itu terdapat makna dan citra yang diinginkan serta kepentingan yang sedang diperjuangkan.
Analisis wacana kritis dalam lapangan psikologi sosial diartikan sebagai pembicaraan. Wacana yang dimaksud disini agak mirip dengan struktur dan bentuk wawancara dan praktik dari pemakainya. Sementara dalam lapangan politik, analisis wacana kritis adalah praktik pemakain bahasa, terutama politik bahasa. Karena bahasa adalah aspek sentral dari penggambaran suatu objek, dan lewat bahasa ideologi terserap didalamnya, maka aspek inilah yang dipelajari dalam analisis wacana kritis.
Barker and Galasinki, Fairclough, Gavey, Gray, Hinshaw,Feetham and Shaver, McNay, Philips and Hardy, Philips anda Jorgensen, Tischer, Meyer, Wodak and Vetter, Wodak and Meyer, Wood and Kroger mengemukakan dalam Yoce dalam bukunya Analisis Wacana Kritis bahwa Analisis wacana (atau yang juga disebut analisis wacana kritis) adalah pendekatan yang relatif baru dari sistematika pengetahuan yang timbul dari tradisi teori sosial dan analisis linguistik yang kritis.
Analisis wacana kritis mengkaji tentang upaya kekuatan sosial, pelecehan, dominasi, dan ketimpangan yang direproduksi dan dipertahankan melalui teks yang pembahasannya dihubungkan dengan konteks sosial dan politik Analisis wacana kritis mungkin dilakukan dengan cara berbeda, tetapi sama semua variasi prosedur mempunyai beberapa tujuan dan asumsi.
Dalam Analisis wacana kritis, wacana tidak semata-mata dipahami sebagai studi bahasa. Pada akhirnya, memang analisis wacana kritis menggunakan bahasa dalam teks yang dianalisis, tetapi bahasa yang dianalisis dalam analisis wacana kritis berbeda dengan studi bahasa dalam pengertian linguistik tradisional. Bahasa yang dianalisis oleh analisis wacana kritis bukan menggambarkan aspek bahasa saja, tetapi juga menghubungkannya dengan konteks. Konteks dalam hal ini berarti bahasa dipakai untuk tujuan tertentu termasuk didalamnya praktik kekuasaan.
Menurut Fairclough dan Wodak dalam Yoce analisis wacana kritis melihat pemakaian  bahasa baik tuturan maupun tulisan yang merupakan bentuk dari praktik sosial. Menggunakan wacana sebagai praktik sosial menyebabkan sebuah hubungan dialeksis di antara peristiwa deskriptif tertentu dengan situasi, institusi, dan struktur sosial yang membentuknya. Analisis wacana kritis melihat bahasa sebagai fakta penting, yaitu bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan-ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat. Perlu diketahui bahwa bahasa merupakan salah satu akar persoalan secara keseluruhan, maka aspek linguistik terhadap bahasa adalah penting.
Dalam analisis wacana kritis struktur linguistik digunakan untuk menyistemasikan, mentransformasikan, dan mengaburkan analisis realitas, mengatur ide dan perilaku oranglain serta menggolong-golongkan masyarakat. Untuk merealisasikan tujuan-tujuan di atas, teks analisis wacana kritis menggunakan unsur kosakata, gramatika, dan struktur tekstual sebagai bahan analisisnya.
Analisis wacana kritis mempelajari tentang dominasi suatu ideologi serta ketidakadilan dijalankan dan dioperasikan melalui wacana. Kata ideologi berasal dari bahasa yunani, yaitu ideayang berarti gagasan, lugas berarti ilmu. Secara harfiah, ideologi berarti ilmu tentang ide-ide sesuai dengan perkembangan zaman, perkembangan ilmu, dan pengetahuan.[4]

2.3          Tentang Norman Fairclough

Norman Fairclough lahir 1941, fairclough adalah Profesor emeritus dari Linguistik di Lancaster University .Dia adalah salah satu pendiri dari analisis wacana kritis (CDA) yang diterapkan pada sosiolinguistik.CDA prihatin dengan bagaimana kekuasaan dilakukan melalui bahasa.CDA studi wacana;di CDA ini termasuk teks, bicara, video dan praktek.
Fairclough sebenarnya bukanlah akademisi ilmu komunikasi. Saat ini dia masih tercatat sebagai Guru Besar linguistik di Department of Linguistics and English Language, Lancaster University, Inggris. Fairclough adalah salah seorang yang mengembangkan pendekatan analisis wacana kritis yang merupakan cabang dari linguistik dan analisis wacana (discourse analysis). Fairclough meminati masalah kajian kritis wacana dalam teks berita dimulai sejak tahun 1980-an. Dia melihat bagaimana penempatan dan fungsi bahasa dalam hubungan sosial khususnya dalam kekuatan dominan dan ideologi.Sosok satu ini dikenal terutama oleh mahasiswa komunikasi dengan sumbangan pemikirannya pada pengembangan metodologi analisis wacana kritis.

2.4          Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough

Fairclough mengemukakan dalam Yoce bahwa Analisis Norman Fairclough didasarkan pada pertanyaan besar, bagaimana menghubungkan teks yang mikro dengan konteks masyarakat yang makro. Fairclough berusaha membangun suatu model analisis wacana yang mempunyai kontribusi dalam analisis tekstual yang selalu melihat bahwa dalam ruang tertutup dengan konteks masyarakat yang lebih luas. Titik perhatian Fairclough adalah melihat bagaimana pemakai bahasa membawa nilai ideologi tertentu. Dalam hal ini dibutuhkan analisis yang menyeluruh. Bahasa secara sosial dan kritis adalah bentuk tindakan, dalam hubungan dialektik dengan struktur sosial. Oleh karena itu, analisis harus dipisahkan pada bagian bahasa itu terbentuk dan dibentuk dari relasi sosial dan konteks sosial tertentu.
Fairclough membuat suatu model yang mengintegrasikan secara bersama-sama analisis wacana yang didasarkan pada linguistik, pemahaman sosial dan politik, dan secara umum diintegrasikan pada perubahan sosial (Social Change). Fairclough memusatkan wacana pada bahasa. Fairclough menggunakan wacana menunjuk pada pemakaian bahasa sebagai praktik sosial, lebih daripada aktivitas individu atau untuk merefleksikan sesuatu. Bahasa sebagai praktik sosial mengandung implikasi yaitu            :
1)                  Wacana adalah bentuk dari tindakan, seseorang menggunakan bahasa sebagai suatu tindakan pada dunia dan khususnya sebagai bentuk representasi ketika melihat dunia realita. Pandangan ini tentu saja menolak bahasa sebagai bentuk individu.
2)                  Model ini mengimplikasikan adanya hubungan timbal balik antara wacana struktur sosial. Dalam hal ini, wacana terbagi oleh struktur sosial, kelas, dan relasi sosial lain yang dihubungkan dengan relasi spesifik dari institusi tertentu pada buku, pendidikan, sosial, dan klasifikasi.

2.5          Dimensi Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough

Norman Fairclough mengemukakan bahwa wacana merupakan sebuah praktik sosial dan membagi analisis wacana dalam tiga dimensi, yaitu Teks, Discourse Practice, dan Sosciocultural Practice.
1)                  Teks
Dalam model Fairclough, Teks dianalisis secara linguisti,dengan melihat kosakata, semantik, dan tata kalimat. Ia juga memasukan koheresi dan kohesivitas, bagaimana antara kata atau kalimat tersebut digabung sehingga membentuk pengertian, semua elemen yang dianalisis tersebut dipakai untuk melihat tiga masalah berikut. Pertama, idesional yang merujuk pada referensi tertentu, yang ingin ditampilkan dalam teks, yang umumnya membawa muatan ideologi tertentu. Kedua, Relasi merujuk pada analisis bagaimana konstruksi hubungan di antara wartawan dengan pembicara, seperti apakah tekad disampaikan secara informal atau formal, terbuka atau tertutup. Kemudian yang ketiga, identitas merujuk pada konstruksi tertentu dari identitas penulis dan pembaca serta bagaimana personal dan identitas ini hendak ditampilkan.

2)                  Discourse Practice
Discourse Practice merupakan dimensi yang berhubungan dengan proses produksi dan konsumsi teks. Produksi teks cerita semacam ini berbeda dengan ketika seorang penyair menghasilkan teks puisi, yang umumnya dihasilkan dalam suatu proses yang personal. Konsumsi juga bisa dihasilkan secara personal ketika seseorang mengonsumsi teks (seperti ketika menikmati puisi).
3)                  Sociocultural Practice
Dimensi Sociocultural Practice adalah dimensi yang berhubungan dengan konteks di luar teks dan konteks, disini memasukkan banyak hal, seperti konteks situasi, lebih luas adalah konteks dari praktik institusi dari media sendiri dalam hubungannya dengan masyarakat atau budaya dan politik tertentu.[5]

2.5          Karakteristik Analisis wacana kritis

               Ada lima karakteristik analisis wacana kritis yang dikemukakan oleh Van djik, Fairclough, wodak dan Eriyanto dalam Yoce. Karakteristik tersebut adalah          :
1)      Tindakan
Prinsip pertama, wacana dipahami sebagai suatu tindakan (action). Seseorang berbicara, menulis, dengan menggunakan bahasa untuk berikteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Dengan pemakain rencana ini, ada beberapa konsekuensi bagaimana wacana dilihat. Pertama, wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, membujuk, mengganggu, bereaksi, dan sebagainya. Seseorang membaca atau menulis mempunyai maksud tertentu, baik maksud besar maupun kecil. Kedua,wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang diluar kehendak atau diekspresikan di luar kesadaran.
2)      Konteks
Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana, seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi. Wacana di sini diproduksi, dimengerti, dan dianalisis dalam konteks tertentu. Analisis wacana kritis juga memeriksa konteks dari komunikasi, siapa yang mengonsumsikan, dengan siapa, dan mengapa. Dalam jenis khalayak dan dalam situasi apa, melalui medium apa, bagaimana perbedaan tipe perkembangan komunikasi, dan bagaimana hubungan antara setiap pihak.
3)      Historis
Salah satu aspek penting untuk bisa mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana itu dalam konteks historis tertentu. Misalnya kita melakukan analisis wacana teks selebaran mengenai pertentangan terhadap Soeharto. Pemahaman mengenai wacana teks ini hanya akan diperoleh kalau kita bisa memberikan konteks historis, tempat teks iu diciptakan. Bagaimana situasi sosial politik dan suasana pada saat itu. Oleh karena itu, pada waktu melakukan analisis perlu tinjauan untuk mengerti mengapa wacana yang berkembang aau dikembangkan seperti itu, mengapa bahasa yang dipakai seperti itu, dan seterusnya.
4)      Kekuasaan
Analisis wacana kritis mempertimbangkan elemen kekuasaan dalam analisisnya. Setiap wacana yang muncul dalam bentuk teks, percakapan, atau apapun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah wajar, dan netral, tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan . konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan anatar wacana dengan masyarakat, seperti kekuasaan laki-laki. Wacana seksisme, kekuasaan kulit putih terhadap kulit hitam, dan wacana mengenai rasisme, kekuasaan perusahaan berbentuk dominasi pengusaha kelas atas bawahan, dan sebagainya.
5)      Ideologi
Teori-teori klasik tentang ideologi di antaranya mengatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk memproduksi dan melegitimasi dominasi mereka. Salah satu strategi utamanya adalah dengan membuat kesadaran kepada khalayak bahwa dominasi itu di terima secara taken for granted. Peranan wacana dalam ideologi adalah untuk mengatur masalah tindakan individu atau anggota suatu kelompok, ideologi membuat anggota suatu kelompok.[6]

2.6    Contoh Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough.

Contoh Wacana yang dikaji menggunakan Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough.
Wacana Ahok :
“Dibohongin Pakai Al-Maidah 51”
Wacana yang diucapkan oleh Ahok tersebut memiliki implikasi yang sangat luas, baik bagi masyarakat maupun bagi Ahok sendiri sebagai seseorang yang mempunyai kedudukan dalam politik dalam kapasitasnya di ajang Pilkada DKI 2017. Dengan menggunakan analisis wacana kritis model Fairclough, tulisan ini akan menghasilkan berbagai kemungkinan dalam memahami apa yang sebenarnya ingin diucapkan Ahok. Model Fairclough mengkaji bentuk wacana berdasarkan tiga dimensi: Teks, Discourse Practice dan Sociocultural Practice.
Berikut ini adalah wacana yang dilontarkan oleh Ahok di Kepulauan Seribu saat berbicara mengenai keberlangsungan program pemberdayaan kerapu.
"Jadi nggak usah pikiran,'ah... nanti kalo nggak kepilih pasti Ahok programnya bubar', nggak! Saya (Ahok) masih terpilih sampai Oktober 2017. Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak pilih saya (Ahok), ya kan! Dibohongin pake surat Al Maidah ayat 51, macem-macem itu, itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu nggak bisa milih nih,'karena saya (bapak ibu) takut masuk neraka', dibodohin gitu ya, nggak apa-apa"
            Berikut Analisa wacana yang diucapkan oleh Ahok  :
1) Polemik pertama: diksi dibohongin dan dibodohin
Dibohongin  pake surat Al Maidah ayat 51
Kata dibohongin yang befungsi sebagai predikat, yaitu tindakan yang melibatkan perkataan atau ucapan. Dalam KBBI , bohong bermakna ‘tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Dengan demikian, Kata membohongi tersebut bermakna ‘mengatakan sesuatu yang tidak sesuai kenyataan/tidak jujur/tidak benar. Dalam sebagian besar konteks, diksi dibohongin memiliki nilai rasa negatif. Apa pun kata yang disandingkan dengannya, apa pun namun, dalam hal inibelum mengetahui siapa/partisipan apa yang dibicarakan oleh Ahok karena kalimat yang ia lontarkan atau ucapkan tidak memiliki kelengkapan struktur.
2) Polemik kedua: ketidaklengkapan struktur
Sesuai yang telah dikemukakan oleh Fairclough bahwa untuk merealisasikan tujuan-tujuan di atas, teks analisis wacana kritis menggunakan unsur kosakata, gramatika, dan struktur tekstual sebagai bahan analisisnya. Maka , kalimat yang menimbulkan kontroversi ini belum memiliki kelengkapan informasi: (1) tidak adanya subjek atau target yang dituju dan (2) tidak adanya partisipan.
Berdasarkan dimensi kewacanaan, teks tersebut diucapkan oleh Ahok saat ia mengunjungi Kepulauan Seribu sehingga target yang dituju adalah warga Kepulauan Seribu. Namun, Ada dua kemungkinan siapakah yang dimaksud Ahok di dalam kalimatnya.
Kemungkinan partisipan yang pertama adalah ulama karena pertautan dengan keterangan yang digunakan di dalam kalimat adalah ayat kitab suci.Inferensi (penarikan simpulan) masyarakat didasarkan atas pemahaman umum bahwa pihak yang paling sering menggunakan ayat suci adalah para ulama. Jika kemungkinan pertama ini yang dimaksud, jelas bahwa Ahok menghina Islam karena ulama adalah elemen penting agama Islam. Inilah yang dipahami oleh sebagian besar masyarakat hingga menyimpulkan bahwa Ahok telah melakukan penghinaan.
Akan tetapi, adalah belum jelas kiranya jika kita hanya menganggap bahwa ulama adalah satu-satunya partisipan yang dimaksud. apabila kita melihatnya dengan konteks situasional sesuai dengan dimensi praktis yang dipaparkan Fairclough, lawan politik adalah partisipan yang paling sesuia atau cocok.Bukankah pernyataan ini terlontar menjelang Pilkada DKI 2017? Hal ini pun diperkuat oleh penyangkalan yang ia lakukan bahwa ia tidak suka ada yang mem-politisasi ayat suci.
Para pendukung Ahok mungkin akan bernapas lega. Mereka dapat membuktikan bahwa Ahok tidak menghina. Akan tetapi, implikasinya juga begitu buruk: kampanye negatif. Wacana yang dipaparkan Ahok telah membuktikan bahwa Ahok sedang melakukan kampanye negatif terhadap lawan-lawan politiknya. Pernyataan Ahok bahwa dirinya tidak memusingkan pilkada ternyata tidak benar. Kalau memang ia tidak memusingkan pertarungan politik dalam pilkada nanti, ia tidak akan melakukan hal tersebut.
3)          Polemik ketiga: bentuk wacana secara keseluruhan
Sesuai karakteristik yang dikemukakan oleh Fairclough,  ideologi dari wacana ini adalah konsep ideologi berdasarkan teks memilikin dua jenis yang bertolak belakang: positif dan negatif. Secara positif, ideologi dipersepsi sebagai suatu pandangan dunia yang menyatakan nilai kelompok sosial tertentu untuk membela dan memajukan kepentingan-kepentingan mereka. sedangkan secara negatif, ideologi dilihat sebagai suatu kesadaran palsu, yaitu suatu kebutuhan untuk melakukan penipuan dengan cara memutarbalikkan pemahaman orang mengenai realitas sosial.


KESIMPULAN


1.      Analisis wacana yang memusatkan wacana pada bahasa dan titik perhatian fairclough adalah melihat bagaimana pemakai bahasa membawa ideologi tertentu.
2.      Dalam analisis wacana kritis terdapat level makro dan mikro :
a)         Makro : peneliti dan pembaca.
b)         Mikro : posisi objek dan subjek.
3.      Dimensi dalam Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough ada 3 yaitu        :
a)                   Teks
b)                  Discourse Practice
c)                   Sociocultural Practice










DAFTAR PUSTAKA

Darma,  Aliah Yoce. Analisis Wacana Kritis. Bandung: YramaWidya.2009.

Sobur, Alex. Analisis Wacana: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana Analisis Semiotik dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja RosdaKarya.2006.

Purwoko, Herudjati.Discourse Analysis:Kajian Wcana bagi semua Orang.Jakarta: Indeks.2008.



[1]Herudjati Purwoko.Discourse Analysis:Kajian Wacana bagi semua Orang.Jakarta:Indeks.2008.hlm.15.
[2] Alex Sobur. Analisis Wacana: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana Analisis Semiotik dan Analisis Framing.Bandung : PT Remaja RosdaKarya.2006.hlm 11.
[3] Yoce Aliah Darma. Analisis Wacana Kritis. Bandung: YramaWidya. 2009.hlm.1-2.
[4]Yoce Aliah Darma. Analisis Wacana Kritis. Bandung: YramaWidya. 2009.hlm.49-56
[5]Yoce Aliah Darma. Analisis Wacana Kritis. Bandung: YramaWidya. 2009.hlm.89-90.
[6]Yoce Aliah Darma. Analisis Wacana Kritis. Bandung: YramaWidya. 2009.hlm.89-90