MAKALAH
METODE PENELITIAN KUALITATIF
ANALISA
SEMIOTIKA
(C.S PIERCE)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Akhir-akhir
ini perkembangan iklan begitu pesat dan marak bermunculan baik itu dalam media
cetak, elektronik, media online maupun media luar ruang. Jenis iklan
bermacam-macam bisa berupa iklan produk komersial maupun layanan masyarakat.
Iklan memiliki pesan komunikasi yang mudah diingat dan dipahami oleh setiap
orang yang membaca, melihat, dan mendengarnya. Dengan segala bentuk kreatifitasnya,
iklan telah menjadi unsur penting dalam kehidupan sosial. Iklan bukan hanya sebagai
alat pemasaran produk, tetapi iklan juga telah menjual nilai-nilai ideal dalam
gaya hidup masyarakat.
Dalam proses komunikasi secara primer, lambang atau
simbol digunakan sebagai media dalam penyampaian gagasan atau perasaan
seseorang kepada orang lain. Lambang di dalam proses komunikasi meliputi
bahasa, gestur, isyarat, gambar, warna, dan tanda-tanda lainnya yang dapat
menerjemahkan suatu gagasan atau perasaan seseorang (komunikator) kepada orang
lain (komunikan) secara langsung. Dari berbagai lambang yang dapat digunakan di
dalam proses komunikasi, bahasa merupakan media yang paling banyak dipakai
karena paling memungkinkan untuk menjelaskan pemikiran seseorang, dan dengan
bahasa pula segala kejadian masa lalu, masa kini, maupun ramalan masa depan dapat
dijelaskan. Fungsi bahasa yang sedemikian rupa menyebabkan ilmu pengetahuan
dapat berkembang dan hanya dengan kemampuan berbahasa, manusia dapat
mempelajari ilmu pengetahuan.Kegagalan dalam proses komunikasi banyak
disebabkan oleh kesalahan berbahasa atau ketidakmampuan memahami bahasa.
Semiotika merupakan ilmu atau metode ilmiah untuk
melakukan analisis terhadap tanda dan segala hal yang berhubungan dengan tanda.
Tanda merupakan bagian yang penting dari bahasa, karena bahasa itu sendiri
terdiri dari kumpulan lambang-lambang, dimana di dalam lambang-lambang itu
terdapat tanda-tanda. Oleh karenanya tentu ada kaitan yang erat antara
semiotika dengan proses komunikasi, mengingat semiotika merupakan unsur
pembangun bahasa dan bahasa merupakan media dalam proses komunikasi. Pentingnya
semiotika dalam komunikasi mendorong para ahli dan ilmuwan semiotik untuk
merumuskan berbagai macam teori semiotika. Teori-teori tersebut terus
berkembang dan saling melengkapi. Menurut Barthes, bahasa berpengaruh dalam
semua aspek kehidupan dan ia boleh ditinjau melalui karya-karya yang terhasil. Karya
merupakan cerminan realita sebenarnya yang diungkap dalam bentuk tulisan.
Selain Barthes, semiotik merupakan satu bidang yang telah memikat ramai
tokoh-tokoh serta ahli falsafah seperti Umberto Eco, Algirdas Julien Greimas,
Louis Hjelmslev, Julia Kristeva, Charles Sander Peirce dan Tzvetan Todorov.
Tokoh-tokoh tersebut menggunakan pendekatan semiotik untuk mengkaji karya dari
berbagai aspek, iaitu daripada aspek perlambangan, imejan, ekspresi hinggalah
ke aspek hermeneutik. Dari itu, dapat dilihat bahawa pendekatan semiotik telah
mendapat tempat dalam kajian-kajian yang dihasilkan oleh tokoh-tokoh tersebut
sehingga kekuatannya terbukti apabila ia dapat digunakan secara meluas di kalangan
para pengkaji. Konsep Teori Semieon adalah istilah yang digunakan oleh orang
Greek untuk merujuk kepada sains yang mengkaji sistem perlambangan atau sistem
tanda dalam kehidupan manusia. Daripada akar kata inilah terbentuknya istilah
semiotik, iaitu kajian sastera yang bersifat saintifik yang meneliti sistem
perlambangan yang berhubung dengan tanggapan dalam karya. Menurut Mana Sikana
(1985: 175), pendekatan semiotik melihat karya sastera sebagai satu sistem yang
mempunyai hubungan dengan teknik dan mekanisme penciptaan sesebuah karya Ia
juga memberi tumpuan kepada penelitian dari sudut ekspresi dan komunikasi.
Untuk mengkaji tanda dan makna pada kemasan Indomie
goreng cabe ijo, model semiotika Charles Sanders Peirce mengemukakan teori
segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni
tanda ( sign, object, interpretant )
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang di maksud metodologi semiotika dan semiotika model Pierce?
2. Bagaimana
menerapkan metodologi semiotika model Pierce untuk menganalisa suatu kasus?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
metodologi semiotika model Pierce
2. Memberikan
gambaran atas contoh masalah yang di pilih dengan di analisa menggunakan
metodologi semiotika model Pierce.
D.
Manfaat
1. Manfaat
akademis dari makalah ini adalah sebagai dapat menjadi salah satu sumber
pengetahuan tentang metodologi semiotika model Pierce.
2. Manfaat
praktis dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana tanda digunakan
untuk mengkonstruksi sebuah iklan.
3. Manfaat
sosial dari makalah ini adalah untuk memberikan gambaran dan pengetahuan kepada
khalayak atas penggunaan tanda dan makna tanda dalam iklan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi
Semiotika
Semiotika adalah Suatu ilmu atau metode analisis
untuk mengkaji tanda. [1]Tanda-tanda
adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia
ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam
istilah Barthes, semiologi, pada
dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity)memaknai hal-hal
(things). Memaknai (to signify)
dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan. Memaknai
berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana
objek-objek itu hendak berkomunikasi,tetapi juga mengkonstitusi system
terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179;Kurniawan.2001:53). Suatu tanda
menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna (meaning) ialah hubungan Antara suatu objek atau idea dan suatu
tanda (Littlejohn, 1996:64) konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori
yang amat luas berurusan dengan Simbol, Bahasa, wacana dan bentuk-bentuk
nonverbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan maknanya
dan bagaimana tanda disusun. Secara umum, studi tentang tanda merujuk kepada
semiotika.
Dengan tanda-tanda, kita mencoba keteraturan
ditengah-tengah dunia yang centang perenang ini, setidaknya agar kita sedikit
punya pegangan.” Apa yang dikerjakan oleh semiotika adalah mengajarkan kita
bagaimana menguraikan aturan-aturan tersebut dan ‘membawanya pada sebuah
kesadaran’,” ujar Pines (dalam Berger,2000a:14)
Secara terminologis, semiotik adalah cabang ilmu
yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi tanda (van
Zoest, 1993:1). Semiotik merupakan ilmu
yang mempelajari sederetan luas obyek - obyek, peristiwa-peristiwa, seluruh
kebudayaan sebagai tanda.[2]
Tanda pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal
lain.
Ahli sastra Teew (1984:6)[3]Mendefinisikan
semiotik adalah tanda sebagai tindak komunikasi dan kemudian disempurnakannya
menjadi model sastra yang mempertanggungjawabkan semua faktor dan aspek hakiki
untuk pemahaman gejala susastra sebagai alat komunikasi yang khas di dalam
masyarakat mana pun. Semiotik merupakan cabang ilmu yang relatif masih baru.
Penggunaan tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya dipelajari
secara lebih sistematis pada abad kedua puluh.
Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda
(sign), berfungsinya tanda dan
produksi makna tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga
bersifat komunikatif. Ia mampu menggantikan suatu yang lain yang dapat
dipikirkan atau dibayangkan. Cabang ilmu ini semua berkembang dalam bidang
bahasa kemudian berkembang pula dalam bidang seni rupa dan desain komunikasi visual.Semiotik
sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai system
hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan “tanda”, dengan demikian semiotik
mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda.[4]
2.2
Macam-macam
Semiotika
Sekurang-kurangnya
terdapat Sembilan macam semiotik yang kita kenal sekarang, yaitu (Pateda,
2001:29) :
1. Semiotik analitik, yaitu semiotik yang
menganalisis sistem tanda.
2. Semiotik deskriptif, yaitu semiotik
yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang, meskipun ada
tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang.
3. Semiotik faunal / zoosemiotik, yaitu
semiotik yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan.
4. Semiotik kultural, yaitu semiotik yang khusus
menelaah sistem tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu.
5. Semiotik naratif, yaitu semiotik yang
menelaah sistem tanda narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore).
6. Semiotik natural, yaitu semiotik yan
khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam.
7. Semiotik normatif, yaitu semiotik yang
khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh tanda yang dibuat manusia
yang berwujud norma-norma, misalnya rambu-rambu lalu lintas.
8. Semiotik sosial, yaitu semiotik yang
khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud
lambang, baik berwujud kata ataupun kalimat.
9. Semiotik struktural, yaitu semiotik
yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur
bahasa.
Pada
dasarnya, semiosis (proses interpretasi) dapat dipandang sebagai suatu proses
tanda yang dapat diperikan dalam istilah semiotika sebagai hubungan antara lima
istilah: S (s, i, e, , r, c). S adalah untuk semiotic relation (hubungan
semiotik); s untuk sign (tanda); i untuk interpreter (penafsir); e untuk effect
atau pengaruh (misalnya, suatu disposisi dalam i akan bereaksi dengan cara
tertentu terhadap r pada kondisi-kondisi tertentu e karena s); r untuk
reference (rujukan); dan c untuk contexs (konteks) atau conditions (kondisi) [5]
2.3
Semiotika
Charles Sanders Peirce
Menurut Pierce salah satu bentuk adalah kata, Sedangkan
objekadalah tanda yang ada dalam benak seseorang, maka munculah maknatentang
sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. (Sobur, 2002:115)”.Pierce juga mengatakan
bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh dari kepertamaan, objeknya adalah
kedua, dan penafsiran unsur pengantara adalah contoh dari ketigaan. konteks
pembentukan tanda juga membangkitkan semiotika yang tidak terbatas, selama satu
penafsiran (gagasan) yang membaca tanda sebagai tanda bagi lain (yaitu dari
suatu makna dan penanda) bisa ditangkap oleh penafsiran lainnya.
Penafsiran ini adalah unsur yang harus ada untuk mengaitkan
tanda dengan objeknya (induksi, deduksi, penangkap) membentuk tiga jenis
penafsiran yang penting. Agar bisa ada sebagai suatu tanda, makna tersebut
harus ditafriskan yang dikupas teori segitiga makna adalah persoalan bagaimana
makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu
berkomunikasi. Hubungan segitiga makna Pierce lazimnya ditampilkan seperti gambar
berikut :
Segitiga Semiotik C.S. PEIRCE
Sumber : (Sumbo Tinarbuko, 2008, dalam buku semiotikakomunikasi
visual)
Menurut
Peircetanda ialah sesuatu yang dapat
mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu.tanda akan selalu mengacu
kepada suatu yang lain, oleh Pierce disebut objek. Mengacu berarti mewakili atau menggantikan, tanda baru dapat
berfungsi bila diinterpretasikan dalam benak penerima tanda melaui interpretant. Jadi interpretant ialah
pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda, artinya tanda baru dapat
berfungsi sebagai tanda bila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi berkat
ground yaitu pengetahuan tentang system tanda dalam suatu masyarakat. Hubungan
ketiga unsur yang dikemukan oleh Pierce terkenal dengan nama segitiga semiotik
Bagi
Charles Sander Pierce (Pateda, 2001:44 dalam Sobur, 2003:41), tanda ”is something which stand to somebody for
something insome resfect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda
biasberfungsi , oleh Pierce disebut ground.
Konsekuensinya, tanda (sign atau represntamen) selalu terdapat dalam
hubungan triadik, yakni ground, object,
dan interpretant. Atas dasar hubungan
ini, Pierce mengadakanklasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan ligisign. Berdasarkan Objeknya, Pierce
membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol). Dan Berdasarkan Interpretantnya dibagi atas rheme, dicent sign atau decisign dan argument
2.3.1Qualisigns, Sinsigns, dan Legisigns
Untuk
mempelajari lebih jauh lagi mengenai sign atau tanda, dapat dilihat pada ground-nya. ”Ground adalah latar belakang tanda. Ground ini dapat berupa bahasa atau konteks sosial” (Ratmanto,
dalam Mediator:
Jurnal
komunikasi, Vol. 5 No.1, 2004:32). Dalam kaitannya tanda dengan ground-nya, Pierce membaginya menjadi tiga yaitu:
1. Qualisigns
Tanda-tanda
yang merupakan tanda-tanda berdasarkan sifat. Contoh, sifat merah merah mungkin
dijadikan suatu tanda. Merah merupakan suatu qualisigns karena merupakan tanda pada bidang yang mungkin.
Agarbenar-benar menjadi tanda, qualisigns
harus memperoleh bentuk, karena suatu qualisigns
dalam bentuknya yang murni tidak pernah ada. Merah akan benar-benar menjadi
tanda kalau ia dikaitkan dengan sosialisme, atau mawar, bahaya atau larangan.
Misalkan bendera merah, mawar merah, dan lain-lain.
2. Sinsigns
Tanda yang
merupakan tanda atas dasar tampilan dalam kenyataan. Semua pernyataan
individual yang tidak dilembagakan dapat merupakan sinsigns. Misal jerit kesakitan, heran atau ketawa riang. Kita
dapat mengenal orang dan cara jalan, ketawanya, nada suara yang semuanya itu
merupakan sinsigns.
3. Legisigns
Tanda-tanda
yang merupakan tanda atas dasar suatu aturan yang berlaku umum atau konvensi.
Tanda-tanda lalu-lintas merupakan legisigns.
Hal itu juga dapat dikatakan dari gerakan isyarat tradisional, seperti
mengangguk yang berarti ”ya”, mengerutkan alis, cara berjabatan tangan. Semua
tanda bahasa merupakan legisigns karena bahasa merupakan kode yang aturannya
disepakati bersama (Ratmanto, dalam Mediator: Jurnal komunikasi, Vol. 5 No.1,
2004:32).
2.3.2. Ikon, Indeks,
dan Simbol
Kaitan
tanda juga dapat dilihat berdasarkan denotatum-nya.
Menurut Peirce, denotatum dapat pula
disebut objek.”Denotatum tidak selalu
harus konkret, dapat juga sesuatu yang abstrak. Denotatum dapat berupa sesuatu yang ada, pernah ada, atau mungkin
ada” (Ratmanto, dalam Mediator: Jurnal komunikasi, Vol. 5 No.1, 2004:32). Peirce membedakan tiga macam tanda
menurut sifat hubungantanda dengan denotatum-nya,
yaitu:
1. Ikon
Tanda yang
ada sedemikian rupa sebagai kemungkinan, tanpa tergantung pada adanya sebuah denotatum, tetapi dapat dikaitkan
dengannya atas dasar suatu persamaan yang secara potensial dimilikinya. Secara
sederhana, dapat dikatakan bahwa ikon adalah tanda yang keberadaanya tidak
bergantung kepada denotatum-nya.
Definisi ini mengimplikasikan bahwa segala sesuatu merupakan ikon, karena semua
yang ada dalam kenyataan dapat dikaitkan dengan sesuatu yang lain. Foto,
patung-patung naturalis, yang mirip seperti aslinya dapat disebut sebagai
contoh ikon.
2. Indeks
Sebuah
tanda yang dalam hal corak tandanya tergantung dari adanya sebuah denotatum. Dalam hal ini hubungan antara
tanda dan denotatum-nya adalah bersebelahan.
Secara sederhana, dapat disimpulkan bahwa indeks adalah tanda yang
keberadaannya bergantung pada denotatum-nya.
Kita dapat mengatakan bahwa tidak akan ada asap kalau tidak ada api. Asap dapat
dianggap sebagai tanda api sehingga dalam kaitannya dengan api, asap ini dapat
merupakan indeks. Segala sesuatu yang memusatkan perhatiannya pada sesuatu
dapat merupakan indeks, berupa jari yang diacungkan, penunjuk arah angin, dan
lain-lain.
3. Simbol
Tanda yang
hubungan antara tanda dan denotatum-nya
ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku secara umum. Secara umum, yang
dimaksud dengan simbol adalah bahasa (Ratmanto, dalam Mediator: Jurnal komunikasi,
Vol. 5 No.1, 2004:32-33).
2.3.3
Rheme,
Dicisign, dan Argument
Selain
kaitan tanda dengan ground dan denotatum-nya, tanda juga dapat dilihat
pada interpretan-nya. Peirce
menyebutkan bahwa:
”Hal ini
sangat bersifat subjektif karena hal ini berkaitan erat dengan pengalaman individu.
Pengalaman objektif individu dengan realitas di sekitarnya sangat
bermacam-macam. Hal ini menyebabkan pengalaman individu pun berbeda-beda, yang
pada gilirannya nanti akan menyebabkan pengalaman subjektif individu pun
berbeda” (Ratmanto, dalam Mediator: Jurnal komunikasi, Vol. 5 No.1, 2004:33).
Terdapat
tiga hal, menurut Peirce, dalam kaitan tanda dengan interpretan-nya:
1. Rheme
Tanda merupakan rheme bila dapat diinterpretasikan
sebagai representasi dari kemungkinan denotatum. Misal, orang yang matanya merah
dapat saja menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau menderita penyakit
mata, atau mata dimasuki insekta, atau baru bangun atau ingin tidur.
2. Dicisign (atau dicent sign)
Tanda
merupakan dicisign bila ia menawarkan
kepada interpretan-nya suatu hubungan yang benar. Artinya, ada kebenaran antara
tanda yang ditunjuk dengan kenyataan yang dirujuk oleh tanda itu, terlepas dari
cara eksistensinya.
3. Argument
Bila
hubungan interpretatif tanda itu tidak dianggap sebagai bagian dan suatu kelas.
Contohnya adalah silogisme tradisional. Silogisme tradisional selalu terdiri
dari tiga proposisi yang secara bersama-sama membentuk suatu argumen; setiap
rangkaian kalimat dalam kumpulan proposisi ini merupakan argumen dengan tidak
melihat panjang pendeknya kalimat-kalimat tersebut (Ratmanto, dalam Mediator:
Jurnal komunikasi, Vol. 5 No.1, 2004:33).
Tanda
dalam pandangan Peirce merupakan sesuatu yang hidup dan dihidupi (cultivated).
Yang mana ia hadir dalam proses interpretasi (semiosis) yang mengalir. Proses
semiosis dapat dilihat dalam kombinasi tanda yang dibagi Peirce menjadi:
1. Menunjukan ke sesuatu yang lain,
keberadaan dari kemungkinan yang potensial. Contoh: asap di udara.
2. Actually atau Secondness (ke-dua-an)
ditujuknya sebagai pengertian. Seperti konfirmasi dengan kenyataan yang keras,
benturan pada dunia luar, apa yang terjadi. Secondness merupakan sensasi dari
fakta langsung yang muncul atau sensasi seketika. Contoh: asap di udara terjadi
karena api.
3. Regulation atau Thirdness (ke-tiga-an)
ditunjuknya sebagai aturan, hukum, kebiasaan, unsur umun dalam pengalaman kita.
Thirdness merupakan keberadaan pada apa yang terjadi ketika second berhubungan
dengan first. Jadi keberadaan pada apa yang berlaku umum. Contoh asap dan api
dapat mengingatkan seseorang pada kebakaran rumah.
4. Potentially atau Firstness
(kepertamaan) ditunjuknya sebagai pengertian sifat, watak, kemungkinan, semacam
esensi. Firstness merupakan keberadaan seperti apa adanya tanpamembutuhkan
data-data yang mendukung baik dari buku-buku, majalah, internet, dan lainnya,
yang berkaitan dengan judul yang penulis paparkan
3.1 ANALISIS SEMIOTIKA
DALAM IKLAN
Iklan sebagai salah satu media marketing public
relations yang kini banyak diminati. Kelebihan memasarkan product melalui iklan
di televisi adalah mampu menjaring dan mengantarkan informasi kepada seluruh
lapisan masyarakat yang menyaksikan. Selain itu, iklan dianggap cukup efektif
karena memiliki unsur visual dan audio visual. Istilah advertising itu sendiri
datang dari kata kerja bahasa latin “advertere” yang berarti ‘mengarahkan
perhatian seseorang ke ‘ (Danesi, 2010: 222). Hal ini menyatakan suatu bentuk
pengumuman atau representasi yang dimaksudkan untuk mempromosikan penjualan
tertentu. “Iklan perlu dibedakan dengan bentuk representasi dan kegiatan
lainnya yang diarahkan untuk emmbujuk, dan mempengaruhi pendapat, sikap, dan
perilaku orang-orang seperti propaganda, publisitas, dan hubungan masyarakat”
(Danesi, 2010: 223).
Iklan terbagi menjadi dua kategori utama, yaitu
iklan konsumen dan iklan perdagangan. Iklan pada dasarnya mengikuti bagaimana
tujuan-tujuan promosi dan pemasaran yang telah dibuat. “Pada dasarnya tanda dalam iklan terdiri dari
tanda-tanda verbal dan non verbal. Tanda verbal mencakup bahasa yang kita kenal
sedangkan tanda-tanda non verbal adalah bentuk dan warna yang disajikan dalam
iklan” (Wibowo, 2011:129) .
Suharko
mengatakan “iklan berusaha merepresentasikan kenyataan yang hidup dalam
masyarakat melalui simbol tertentu, sehingga mampu menimbulkan impresi dalam
benak konsumen bahwa citra produk yang ditampilkan adalah juga bagian dari
kesadaran budayanya” (Wibowo, 2011:128).
3.2 Analisis Charles
Sanders Peirce
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Secara
garis besar, penelitian ini bertujuan untuk menganalisa unsur semiotika dan
mendeskripsikan makna dari tanda-tanda yang terdapat di dalam iklan Indomie
versi “Mie goreng rasa cabe ijo”. Tanda-tanda tersebut dianalisa dan dimaknai
menggunakan metode semiotika Charles Sanders Pierce, dan berdasarkan hasil
penelitian yang telah diuraikan dalam pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan
penelitian sebagai berikut:
·
Berdasarkan hasil
penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan penelitian sebagai berikut:
Produk Indomie Goreng Cabe Ijo merupakan
inovasi baru dari produk mie instan yang sebelumnya pernah ada, sehingga ada
ketertarikan tersendiri baik dari segi tampilan warnanya sensasi ijo, rasanya
yang brilian dan
khas yaitu rasa
cabe ijo, dari
segi merek yang terkenal
yaitu Indomie yang nyatanya sudah
lebih dari 40 tahun berada di Indonesia, artinya Indomie sudah menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dalam masyarakat dan serta harganya
yang terjangkau dan ekonomis. Sehingga menimbulkan rasa penasaran
untuk mencoba dan
menstimulasi orang yang menonton iklan melalui media tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Sobur, Alex 2013.Semiotika
Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya
Sobur,
Alex. 2006. Analisis Teks Media : Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung : Remaja Rosdakarya
Aart,
Van Zoest. 1993. Semiotika: Tentang
Tanda, Cara Kerjanya dan Apa yang kita Lakukan Dengannya Jakarta: Yayasan
Sumber Agung
Teew,
A. 1984. Khasanah Sastra Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka
[1] Drs. Alex sobur, M,si , Semiotika
Komunikasi (Bandung : PT Remaja Rosdakarya , 2013), h.15.
[2]Van Zoest, Aart, Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa
yang kita Lakukan Dengannya (Jakarta: Yayasan Sumber Agung, 1993)
[3]Teew, A., Khasanah Sastra Indonesia (Ja-karta: Balai Pustaka, 1984)
[4] Drs. Alex sobur, M,si , Analisis
Teks Media(Bandung : PT Remaja Rosdakarya , 2006), h.87.
[5] Drs. Alex sobur, M,si , Analisis
Teks Media(Bandung : PT Remaja Rosdakarya , 2006),h. 100-101
No comments:
Post a Comment