ANALISIS WACANA KRITIS NORMAN FAIRCLOUGH
Metodologi Penelitian Kualitatif
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Analisis Wacana dalam studi linguistik merupakan reaksi dari bentuk
linguistik formal (yang lebih memperhatikan pada unit kata, frase, atau kalimat
semata tanpa melihat keterkaitan di antara unsur tersebut). Analisis wacana
adalah kebalikan dari linguistik formal, karena memusatkan perhatian pada level
di atas kalimat, seperti hubungan gramatikal yang terbentuk pada level yang
lebih besar dari kalimat.
Wacana adalah proses pengembangan komunikasi yang menggunakan simbol-simbol
dan peristiwa-peristiwa di dalam sistem kemasyarakatan yang luas. Melalui
pendekatan wacana pesan-pesan komunikasi, seperti kata-kata, tulisan,
gambar-gambar, dan lain-lain, ditentukan oleh orang-orang yang menggunakannya,
misalnya konteks peristiwa yang berkenaan dengannya, situasi masyarakat luas
yang melatar belakangi keberadaannya, dan lain-lain. Kesemuanya itu dapat
berupa nilai-nilai, ideologi, emosi, dan kepentingan-kepentingan. Jadi,
analisis wacana yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah sebagai upaya
pengungkapan maksud tersembunyi dari subjek (penulis) yang mengemukakan suatu
pernyataan. Pengungkapan dilakukan dengan menempatkan diri pada posisi sang
penulis yang mengikuti struktur makna dari sang penulis sehingga bentuk
distribusi dan produksi ideologi yang disamarkan dalam wacana dapat diketahui.
Jadi, wacana dapat dilihat dari bentuk hubungan kekuasaan terutama dalam
pembentukan subjek dan berbagai tindakan representasi.
Analisis wacana dalam lapangan psikologi sosial diartikan sebagai
pembicaraan. Wacana yang dimaksud di sini agak mirip dengan struktur dan bentuk
wawancara dan praktik dari pemakainya. Sementara dalam lapangan politik,
analisis wacana adalah praktik pemakaian bahasa, terutama politik bahasa. Karena
bahasa adalah aspek sentral dari penggambaran suatu subyek, dan lewat bahasa
ideologi terserap di dalamnya, maka aspek inilah yang dipelajari dalam analisis
wacana.
Bahasa merupakan media bagi manusia dalam
berkomunikasi. Melalui bahasa, manusia dapat mengungkapkan ide, pikiran, dan
perasaannya. Namun demikian, saat ini definisi bahasa telah berkembang sesuai
fungsinya bukan hanya sebagai alat berkomunikasi. Saat ini, bahasa telah
menjadi media perantara dalam pelaksanaan kuasa melalui ideologi. Bahkan bahasa
juga menyumbang proses dominasi terhadap orang lain oleh pihak lain.
Fairclough
berpendapat bahwa analisis wacana kritis adalah bagaimana bahasa menyebabkan
kelompok sosial yang ada bertarung dan mengajukan ideologinya masing-masing.
Analisis Wacana melihat pemakaian bahasa tutur dan tulisan sebagai praktik
sosial. Praktik sosial dalam analisis wacana dipandang menyebabkan hubungan
yang saling berkaitan antara peristiwa yang bersifat melepaskan diri dari dari
sebuah realitas, dan struktur sosial.
Berdasarkan
uraian di atas, penyusun bermaksud untuk memaparkan tentang analisis wacana kritis model Norman
Fairclough.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
yang telah diuraikan sebelumnya, rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini
adalah:
1)
Apa pengertian Wacana ?
2)
Apa pengertian Analisis Wacana Kritis secara Umum ?
3) Bagaimana
analisis wacana kritis (AWK) model Norman Fairclough?
4) Apa
Dimensi-dimensi analisis wacana kritis (AWK) model Norman Fairclough?
5) Bagaimana
Karakteristik analisis wacana kritis ?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan
dalam penyusunan makalah ini antara lain:
1) Untuk memaparkan pengertian Analisis
wacana kritis.
2) Untuk menjelaskan analisis wacana
kritis model Norman Fairclough.
3) Untuk
menjelaskan dimensi-dimensi analisis wacana.
4) Untuk
memaparkan karakteristik analisis wacana kritis.
5) Untuk memaparkan penerapan analisis
wacana kritis model Norman Fairclough.
1.4. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dalam
penyusunan makalah ini adalah makalah dapat menambah wawasan sekaligus
referensi bagi mahasiswa dalam mempelajari wacana, khususnya mengenai analisis
wacana model Norman Fairclough.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Wacana
Analisis wacana muncul
sebagai suatu reaksi terhadap linguistik murni yang tidak bisa mengungkap
hakikat bahasa secara sempurna. Analisa wacana mengkaji bahasa secara terpadu,
dalam arti tidak terpisah-pisah seperti dalam linguistik.Analisa wacana adalah
suatu disiplin ilmu yang berusaha mengkaji penggunaan bahasa yang nyata dalam
komunikasi.[1]
Dalam pengertian yang
sederhana, wacana berarti cara objek atau ide diperbincangkan secara terbuka
kepada publik sehingga menimbulkan pemahaman tertentu yang tersebar luas.
Wacana selalu mengandaikan pembicara atau penulis, apa yang dibicarakan, dan
pendengar atau pembaca.
Pengertian wacana dapat
dibatasi dari dua sudut yang berlainan, pertama dari sudut bentuk atau bahasa,
dan kedua dari sudut tujuan umum sebuah karangan yang utuh atau sebagai bentuk
sebuah komposisi.[2]
Istilah wacana dipakai oleh
banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, politik, komunikasi,
sastra, dan sebagainya. Dalam pembelanjaran, wacana merupakan disiplin ilmu
baru. Pemunculannya sekitar tahun 70-an. Wacana mempelajari bahasa dalam pemakaiannya.
Arti dari bahasa itu sendiri adalah bahasa merupakan alat komunikasi yang
penting bagi manusia sehingga dalam kenyataannya bahasa menjadi aspek penting
dalam melakukan sosialisasi atau berinteraksi sosial.
Jadi dapat disimpulkan oleh
syamsuddin dalam Yoce bahwa pembahasan wacana adalah pembahasan bahasa dan
tuturan yang harus dalam satu rangkaian kesatuan situasi atau dengan kata lain,
makna suatu bahasa berada dalam rangkaian konteks dan situasi. Pemakaian
istilah wacana itu banyak dipakai dalam displin ilmu lain. [3]
2.2. Pengertian Analisis Wacana Kritis
Analisis Wacana Kritis
adalah sebuah upaya atau proses (penguraian) untuk memberi penjelasan dari
sebuah teks (Realitas Sosial) yang mau atau sedang dikaji oleh seseorang atau
kelompok dominan yang kecenderungannya mempunyai tujuan tertentu untuk
memperoleh apa yang diinginkan. Artinya dalam sebuah konteks harus disadari
akan adanya kepentingan. Oleh karena itu, analisis yang terbentuknya nantinya
disadari telah dipengaruhi oleh si penulis dari berbagai faktor. Selain itu
harus disadari pula bahwa di balik wacana itu terdapat makna dan citra yang
diinginkan serta kepentingan yang sedang diperjuangkan.
Analisis wacana kritis dalam
lapangan psikologi sosial diartikan sebagai pembicaraan. Wacana yang dimaksud
disini agak mirip dengan struktur dan bentuk wawancara dan praktik dari
pemakainya. Sementara dalam lapangan politik, analisis wacana kritis adalah
praktik pemakain bahasa, terutama politik bahasa. Karena bahasa adalah aspek
sentral dari penggambaran suatu objek, dan lewat bahasa ideologi terserap
didalamnya, maka aspek inilah yang dipelajari dalam analisis wacana kritis.
Barker and Galasinki,
Fairclough, Gavey, Gray, Hinshaw,Feetham and Shaver, McNay, Philips and Hardy,
Philips anda Jorgensen, Tischer, Meyer, Wodak and Vetter, Wodak and Meyer, Wood
and Kroger mengemukakan dalam Yoce dalam bukunya Analisis Wacana Kritis bahwa
Analisis wacana (atau yang juga disebut analisis wacana kritis) adalah
pendekatan yang relatif baru dari sistematika pengetahuan yang timbul dari
tradisi teori sosial dan analisis linguistik yang kritis.
Analisis wacana kritis
mengkaji tentang upaya kekuatan sosial, pelecehan, dominasi, dan ketimpangan
yang direproduksi dan dipertahankan melalui teks yang pembahasannya dihubungkan
dengan konteks sosial dan politik Analisis wacana kritis mungkin dilakukan
dengan cara berbeda, tetapi sama semua variasi prosedur mempunyai beberapa
tujuan dan asumsi.
Dalam Analisis wacana
kritis, wacana tidak semata-mata dipahami sebagai studi bahasa. Pada akhirnya,
memang analisis wacana kritis menggunakan bahasa dalam teks yang dianalisis,
tetapi bahasa yang dianalisis dalam analisis wacana kritis berbeda dengan studi
bahasa dalam pengertian linguistik tradisional. Bahasa yang dianalisis oleh
analisis wacana kritis bukan menggambarkan aspek bahasa saja, tetapi juga
menghubungkannya dengan konteks. Konteks dalam hal ini berarti bahasa dipakai
untuk tujuan tertentu termasuk didalamnya praktik kekuasaan.
Menurut Fairclough dan Wodak
dalam Yoce analisis wacana kritis melihat pemakaian bahasa baik tuturan maupun tulisan yang
merupakan bentuk dari praktik sosial. Menggunakan wacana sebagai praktik sosial
menyebabkan sebuah hubungan dialeksis di antara peristiwa deskriptif tertentu
dengan situasi, institusi, dan struktur sosial yang membentuknya. Analisis
wacana kritis melihat bahasa sebagai fakta penting, yaitu bagaimana bahasa
digunakan untuk melihat ketimpangan-ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat.
Perlu diketahui bahwa bahasa merupakan salah satu akar persoalan secara
keseluruhan, maka aspek linguistik terhadap bahasa adalah penting.
Dalam analisis wacana kritis
struktur linguistik digunakan untuk menyistemasikan, mentransformasikan, dan
mengaburkan analisis realitas, mengatur ide dan perilaku oranglain serta
menggolong-golongkan masyarakat. Untuk merealisasikan tujuan-tujuan di atas,
teks analisis wacana kritis menggunakan unsur kosakata, gramatika, dan struktur
tekstual sebagai bahan analisisnya.
Analisis wacana kritis
mempelajari tentang dominasi suatu ideologi serta ketidakadilan dijalankan dan dioperasikan
melalui wacana. Kata ideologi berasal dari bahasa yunani, yaitu ideayang berarti gagasan, lugas berarti
ilmu. Secara harfiah, ideologi berarti ilmu tentang ide-ide sesuai dengan
perkembangan zaman, perkembangan ilmu, dan pengetahuan.[4]
2.3 Tentang Norman Fairclough
Norman Fairclough lahir 1941, fairclough adalah Profesor emeritus dari Linguistik di Lancaster University .Dia adalah salah
satu pendiri dari analisis wacana kritis (CDA) yang diterapkan pada sosiolinguistik.CDA prihatin dengan bagaimana
kekuasaan dilakukan melalui bahasa.CDA studi wacana;di CDA ini termasuk teks,
bicara, video dan praktek.
Fairclough sebenarnya
bukanlah akademisi ilmu komunikasi. Saat ini dia masih tercatat sebagai Guru
Besar linguistik di Department of Linguistics and English Language, Lancaster
University, Inggris. Fairclough adalah salah seorang yang mengembangkan
pendekatan analisis wacana kritis yang merupakan cabang dari linguistik dan
analisis wacana (discourse analysis). Fairclough meminati masalah kajian kritis
wacana dalam teks berita dimulai sejak tahun 1980-an. Dia melihat bagaimana
penempatan dan fungsi bahasa dalam hubungan sosial khususnya dalam kekuatan
dominan dan ideologi.Sosok satu ini dikenal terutama oleh mahasiswa komunikasi
dengan sumbangan pemikirannya pada pengembangan metodologi analisis wacana
kritis.
2.4 Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough
Fairclough mengemukakan
dalam Yoce bahwa Analisis Norman Fairclough didasarkan pada pertanyaan besar,
bagaimana menghubungkan teks yang mikro dengan konteks masyarakat yang makro.
Fairclough berusaha membangun suatu model analisis wacana yang mempunyai
kontribusi dalam analisis tekstual yang selalu melihat bahwa dalam ruang
tertutup dengan konteks masyarakat yang lebih luas. Titik perhatian Fairclough
adalah melihat bagaimana pemakai bahasa membawa nilai ideologi tertentu. Dalam
hal ini dibutuhkan analisis yang menyeluruh. Bahasa secara sosial dan kritis
adalah bentuk tindakan, dalam hubungan dialektik dengan struktur sosial. Oleh
karena itu, analisis harus dipisahkan pada bagian bahasa itu terbentuk dan
dibentuk dari relasi sosial dan konteks sosial tertentu.
Fairclough membuat suatu
model yang mengintegrasikan secara bersama-sama analisis wacana yang didasarkan
pada linguistik, pemahaman sosial dan politik, dan secara umum diintegrasikan
pada perubahan sosial (Social Change).
Fairclough memusatkan wacana pada bahasa. Fairclough menggunakan wacana
menunjuk pada pemakaian bahasa sebagai praktik sosial, lebih daripada aktivitas
individu atau untuk merefleksikan sesuatu. Bahasa sebagai praktik sosial
mengandung implikasi yaitu :
1)
Wacana adalah bentuk dari tindakan, seseorang menggunakan
bahasa sebagai suatu tindakan pada dunia dan khususnya sebagai bentuk
representasi ketika melihat dunia realita. Pandangan ini tentu saja menolak
bahasa sebagai bentuk individu.
2)
Model ini mengimplikasikan adanya hubungan timbal balik
antara wacana struktur sosial. Dalam hal ini, wacana terbagi oleh struktur
sosial, kelas, dan relasi sosial lain yang dihubungkan dengan relasi spesifik
dari institusi tertentu pada buku, pendidikan, sosial, dan klasifikasi.
2.5 Dimensi Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough
Norman Fairclough mengemukakan
bahwa wacana merupakan sebuah praktik sosial dan membagi analisis wacana dalam
tiga dimensi, yaitu Teks, Discourse
Practice, dan Sosciocultural
Practice.
1)
Teks
Dalam model Fairclough, Teks
dianalisis secara linguisti,dengan melihat kosakata, semantik, dan tata
kalimat. Ia juga memasukan koheresi dan kohesivitas, bagaimana antara kata atau
kalimat tersebut digabung sehingga membentuk pengertian, semua elemen yang
dianalisis tersebut dipakai untuk melihat tiga masalah berikut. Pertama,
idesional yang merujuk pada referensi tertentu, yang ingin ditampilkan dalam
teks, yang umumnya membawa muatan ideologi tertentu. Kedua, Relasi merujuk pada
analisis bagaimana konstruksi hubungan di antara wartawan dengan pembicara,
seperti apakah tekad disampaikan secara informal atau formal, terbuka atau
tertutup. Kemudian yang ketiga, identitas merujuk pada konstruksi tertentu dari
identitas penulis dan pembaca serta bagaimana personal dan identitas ini hendak
ditampilkan.
2)
Discourse Practice
Discourse Practice merupakan dimensi yang
berhubungan dengan proses produksi dan konsumsi teks. Produksi teks cerita
semacam ini berbeda dengan ketika seorang penyair menghasilkan teks puisi, yang
umumnya dihasilkan dalam suatu proses yang personal. Konsumsi juga bisa
dihasilkan secara personal ketika seseorang mengonsumsi teks (seperti ketika
menikmati puisi).
3)
Sociocultural
Practice
Dimensi Sociocultural Practice adalah dimensi yang berhubungan dengan
konteks di luar teks dan konteks, disini memasukkan banyak hal, seperti konteks
situasi, lebih luas adalah konteks dari praktik institusi dari media sendiri
dalam hubungannya dengan masyarakat atau budaya dan politik tertentu.[5]
2.5 Karakteristik Analisis wacana kritis
Ada lima karakteristik analisis
wacana kritis yang dikemukakan oleh Van djik, Fairclough, wodak dan Eriyanto
dalam Yoce. Karakteristik tersebut adalah :
1)
Tindakan
Prinsip pertama,
wacana dipahami sebagai suatu tindakan (action). Seseorang berbicara, menulis,
dengan menggunakan bahasa untuk berikteraksi dan berhubungan dengan orang lain.
Dengan pemakain rencana ini, ada beberapa konsekuensi bagaimana wacana dilihat.
Pertama, wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, membujuk, mengganggu,
bereaksi, dan sebagainya. Seseorang membaca atau menulis mempunyai maksud
tertentu, baik maksud besar maupun kecil. Kedua,wacana dipahami sebagai sesuatu
yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang diluar kehendak
atau diekspresikan di luar kesadaran.
2)
Konteks
Analisis wacana
kritis mempertimbangkan konteks dari wacana, seperti latar, situasi, peristiwa,
dan kondisi. Wacana di sini diproduksi, dimengerti, dan dianalisis dalam
konteks tertentu. Analisis wacana kritis juga memeriksa konteks dari
komunikasi, siapa yang mengonsumsikan, dengan siapa, dan mengapa. Dalam jenis
khalayak dan dalam situasi apa, melalui medium apa, bagaimana perbedaan tipe
perkembangan komunikasi, dan bagaimana hubungan antara setiap pihak.
3)
Historis
Salah satu aspek
penting untuk bisa mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana itu dalam
konteks historis tertentu. Misalnya kita melakukan analisis wacana teks
selebaran mengenai pertentangan terhadap Soeharto. Pemahaman mengenai wacana
teks ini hanya akan diperoleh kalau kita bisa memberikan konteks historis,
tempat teks iu diciptakan. Bagaimana situasi sosial politik dan suasana pada
saat itu. Oleh karena itu, pada waktu melakukan analisis perlu tinjauan untuk
mengerti mengapa wacana yang berkembang aau dikembangkan seperti itu, mengapa
bahasa yang dipakai seperti itu, dan seterusnya.
4)
Kekuasaan
Analisis wacana
kritis mempertimbangkan elemen kekuasaan dalam analisisnya. Setiap wacana yang
muncul dalam bentuk teks, percakapan, atau apapun, tidak dipandang sebagai
sesuatu yang alamiah wajar, dan netral, tetapi merupakan bentuk pertarungan
kekuasaan . konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan anatar wacana
dengan masyarakat, seperti kekuasaan laki-laki. Wacana seksisme, kekuasaan
kulit putih terhadap kulit hitam, dan wacana mengenai rasisme, kekuasaan
perusahaan berbentuk dominasi pengusaha kelas atas bawahan, dan sebagainya.
5)
Ideologi
Teori-teori klasik
tentang ideologi di antaranya mengatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok
yang dominan dengan tujuan untuk memproduksi dan melegitimasi dominasi mereka.
Salah satu strategi utamanya adalah dengan membuat kesadaran kepada khalayak
bahwa dominasi itu di terima secara taken
for granted. Peranan wacana dalam ideologi adalah untuk mengatur masalah
tindakan individu atau anggota suatu kelompok, ideologi membuat anggota suatu
kelompok.[6]
2.6 Contoh Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough.
Contoh Wacana yang dikaji
menggunakan Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough.
Wacana Ahok :
“Dibohongin Pakai
Al-Maidah 51”
Wacana yang diucapkan oleh
Ahok tersebut memiliki implikasi yang sangat luas, baik bagi masyarakat maupun
bagi Ahok sendiri sebagai seseorang yang mempunyai kedudukan dalam politik
dalam kapasitasnya di ajang Pilkada DKI 2017. Dengan menggunakan analisis
wacana kritis model Fairclough, tulisan ini akan menghasilkan berbagai
kemungkinan dalam memahami apa yang sebenarnya ingin diucapkan Ahok. Model Fairclough
mengkaji bentuk wacana berdasarkan tiga dimensi: Teks, Discourse Practice
dan Sociocultural Practice.
Berikut
ini adalah wacana yang dilontarkan oleh Ahok di Kepulauan Seribu saat berbicara
mengenai keberlangsungan program pemberdayaan kerapu.
"Jadi nggak usah
pikiran,'ah... nanti kalo nggak kepilih pasti Ahok programnya bubar', nggak!
Saya (Ahok) masih terpilih sampai Oktober 2017. Jadi jangan percaya sama orang,
kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak pilih saya (Ahok), ya kan!
Dibohongin pake surat Al Maidah ayat 51, macem-macem itu, itu hak bapak ibu,
jadi bapak ibu nggak bisa milih nih,'karena saya (bapak ibu) takut masuk
neraka', dibodohin gitu ya, nggak apa-apa"
Berikut Analisa
wacana yang diucapkan oleh Ahok :
1) Polemik
pertama: diksi dibohongin dan dibodohin
Dibohongin
pake surat Al Maidah ayat 51
Kata dibohongin yang
befungsi sebagai predikat, yaitu tindakan yang melibatkan perkataan atau
ucapan. Dalam KBBI , bohong bermakna ‘tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Dengan demikian, Kata membohongi tersebut bermakna ‘mengatakan sesuatu yang
tidak sesuai kenyataan/tidak jujur/tidak benar. Dalam sebagian besar konteks,
diksi dibohongin memiliki nilai rasa negatif. Apa pun kata yang disandingkan
dengannya, apa pun namun, dalam hal inibelum mengetahui siapa/partisipan apa
yang dibicarakan oleh Ahok karena kalimat yang ia lontarkan atau ucapkan tidak
memiliki kelengkapan struktur.
2) Polemik kedua:
ketidaklengkapan struktur
Sesuai yang telah
dikemukakan oleh Fairclough bahwa untuk merealisasikan tujuan-tujuan di atas,
teks analisis wacana kritis menggunakan unsur kosakata, gramatika, dan struktur
tekstual sebagai bahan analisisnya. Maka , kalimat yang menimbulkan kontroversi
ini belum memiliki kelengkapan informasi: (1) tidak adanya subjek atau target
yang dituju dan (2) tidak adanya partisipan.
Berdasarkan
dimensi kewacanaan, teks tersebut diucapkan oleh Ahok saat ia mengunjungi
Kepulauan Seribu sehingga target yang dituju adalah warga Kepulauan Seribu.
Namun, Ada dua kemungkinan siapakah yang dimaksud Ahok di dalam kalimatnya.
Kemungkinan
partisipan yang pertama adalah ulama karena pertautan dengan keterangan yang
digunakan di dalam kalimat adalah ayat kitab suci.Inferensi (penarikan
simpulan) masyarakat didasarkan atas pemahaman umum bahwa pihak yang paling
sering menggunakan ayat suci adalah para ulama. Jika kemungkinan pertama ini
yang dimaksud, jelas bahwa Ahok menghina Islam karena ulama adalah elemen
penting agama Islam. Inilah yang dipahami oleh sebagian besar masyarakat hingga
menyimpulkan bahwa Ahok telah melakukan penghinaan.
Akan
tetapi, adalah belum jelas kiranya jika kita hanya menganggap bahwa ulama
adalah satu-satunya partisipan yang dimaksud. apabila kita melihatnya dengan
konteks situasional sesuai dengan dimensi praktis yang dipaparkan Fairclough,
lawan politik adalah partisipan yang paling sesuia atau cocok.Bukankah pernyataan
ini terlontar menjelang Pilkada DKI 2017? Hal ini pun diperkuat oleh
penyangkalan yang ia lakukan bahwa ia tidak suka ada yang mem-politisasi ayat
suci.
Para
pendukung Ahok mungkin akan bernapas lega. Mereka dapat membuktikan bahwa Ahok
tidak menghina. Akan tetapi, implikasinya juga begitu buruk: kampanye negatif.
Wacana yang dipaparkan Ahok telah membuktikan bahwa Ahok sedang melakukan
kampanye negatif terhadap lawan-lawan politiknya. Pernyataan Ahok bahwa dirinya
tidak memusingkan pilkada ternyata tidak benar. Kalau memang ia tidak
memusingkan pertarungan politik dalam pilkada nanti, ia tidak akan melakukan
hal tersebut.
3) Polemik
ketiga: bentuk wacana secara keseluruhan
Sesuai
karakteristik yang dikemukakan oleh Fairclough,
ideologi dari wacana ini adalah konsep ideologi berdasarkan teks
memilikin dua jenis yang bertolak belakang: positif dan negatif. Secara
positif, ideologi dipersepsi sebagai suatu pandangan dunia yang menyatakan
nilai kelompok sosial tertentu untuk membela dan memajukan kepentingan-kepentingan
mereka. sedangkan secara negatif, ideologi dilihat sebagai suatu kesadaran
palsu, yaitu suatu kebutuhan untuk melakukan penipuan dengan cara
memutarbalikkan pemahaman orang mengenai realitas sosial.
KESIMPULAN
1.
Analisis wacana yang memusatkan
wacana pada bahasa dan titik perhatian fairclough adalah melihat bagaimana
pemakai bahasa membawa ideologi tertentu.
2.
Dalam analisis wacana kritis terdapat level makro dan mikro :
a) Makro : peneliti dan pembaca.
b) Mikro : posisi objek dan subjek.
a) Makro : peneliti dan pembaca.
b) Mikro : posisi objek dan subjek.
3.
Dimensi dalam Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough ada 3
yaitu :
a)
Teks
b)
Discourse Practice
c)
Sociocultural Practice
DAFTAR PUSTAKA
Darma, Aliah Yoce.
Analisis Wacana Kritis. Bandung: YramaWidya.2009.
Sobur, Alex. Analisis Wacana: Suatu
Pengantar untuk Analisis Wacana Analisis Semiotik dan Analisis Framing.
Bandung: PT Remaja RosdaKarya.2006.
Purwoko, Herudjati.Discourse Analysis:Kajian Wcana bagi
semua Orang.Jakarta: Indeks.2008.
[1]Herudjati Purwoko.Discourse Analysis:Kajian Wacana bagi semua Orang.Jakarta:Indeks.2008.hlm.15.
[2] Alex Sobur. Analisis Wacana: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana Analisis Semiotik dan Analisis Framing.Bandung : PT Remaja RosdaKarya.2006.hlm
11.
[3] Yoce Aliah Darma. Analisis Wacana Kritis. Bandung: YramaWidya. 2009.hlm.1-2.
[4]Yoce Aliah Darma. Analisis Wacana Kritis. Bandung: YramaWidya. 2009.hlm.49-56
[5]Yoce Aliah Darma. Analisis Wacana Kritis. Bandung: YramaWidya. 2009.hlm.89-90.
[6]Yoce Aliah Darma. Analisis Wacana Kritis. Bandung: YramaWidya. 2009.hlm.89-90